Selasa, 22 Desember 2015

memilih calon suami atau istri yang baik



BAB I
PENDAHULUAN

1.1  Latar belakang
Menikah memiliki amanah yang sangat besar amanat dunia dan akhirat. Oleh sebab itu, memilih dan memilah pasangan hidup juga merupakan hal yang harus benar-benar diperhatikan tidak boleh asal-asalan . Agama  telah memberikan setandar dan petunjuk tentang cara mencari atau memilih pasangan hidup yang tepat.
Muslim atau Muslimah dalam memilih calon istri atau suami tidaklah mudah tetapi membutuhkan waktu. Karena kriteria memilih harus sesuai dengan syariat Islam. Orang yang hendak menikah, hendaklah memilih pendamping hidupnya dengan cermat, hal ini dikarenakan apabila seorang Muslim atau Muslimah sudah menjatuhkan pilihan kepada pasangannya yang berarti akan menjadi bagian dalam hidupnya. Wanita yang akan menjadi istri atau ratu dalam rumah tangga dan menjadi ibu atau pendidik bagi anak-anaknya demikian pula pria menjadi suami atau pemimpin rumah tangganya dan bertanggung jawab dalam menghidupi (memberi nafkah) bagi anak istrinya. Maka dari itu, janganlah sampai menyesal terhadap pasangan hidup pilihan kita setelah berumah tangga kelak.
Setelah kita mengetahui tentang tujuan menikah maka Islam juga mengajarkan kepada umatnya untuk berhati-hati dalam memilih pasangan hidup karena hidup berumah tangga tidak hanya untuk satu atau dua tahun saja, akan tetapi diniatkan untuk selama-lamanya sampai akhir hayat kita.

1.2  Rumusan masalah
1.      Bagaimanakah kriteria memilih calon suami atau istri menurut islam?
2.      Bagaimanakah kriteria memilih calon suami?
3.      Bagaimanakah kriteria memilih calon istri?



1.3  Tujuan penulisan
  1. Menjelaskan kriteria memilih calon suami atau istri menurut islam
  2. Menjelaskkna kriteria memilih calon suami
  3. Menjelaskan kriteria memilih calon istri




























BAB II
PEMBAHASAN


2.1    Pengertian Menikah
Arti Nikah Menurut bahasa: berkumpul atau menindas. Adapun menurut istilah Ahli Ushul, Nikah menurut arti aslinya ialah aqad, yang dengannya menjadi halal hubungan kelamin antara lelaki dan perempuan, sedangkan menurut arti majasi ialah setubuh. Demikian menurut Ahli Ushul golongan Syafi’iyah. Adapun menurut Ulama Fiqih, Nikah ialah aqad yang di atur oleh Islam untuk memberikan kepada lelaki hak memiliki penggunaan terhadap faraj (kemaluan) dan seluruh tubuhnya untuk penikmatan sebagai tujuan utama.
Apa yang dibenarkan untuk pria terhadap calon yang akan dipinangnya, dibenarkan juga untuk wanita terhadap calonnya. Kita dapat mengatakan bahwa agama menoleransi si calon suami istri untuk bercakap-cakap atau berjalan bersama selama ditemani oleh keluarga atau orang terhormat. Berjabat tangan dengan lawan jenis pun dapat ditoleransi oleh banyak ulama, tetapi bukan dalam arti bermesramesraan, atau pacaran dalam pengertian banyak muda-mudi dewasa ini. Agama sangat tegas melarang berdua-duaan dengan calon pasangan walaupun pinangan dan lamaran telah disampaikan. “Siapa yang beriman kepada Allah dan Hari Kemudian, maka jangan sekali-kali berduaan dengan wanita yang tidak ada bersama dia seorang mahramnya, karena kalau mereka berdua saja, maka setan yang menggenapkan mereka bertiga” (HR. Ahmad).

Kriteria memilih calon suami atau istreri menurut islam adalah setiap muslim yang ingin beruntung dunia akhirat hendaknya mengidam-idamkan sosok suami dan istri dengan kriteria sebagai berikut:


1.      Taat kepada Allah dan Rasul-Nya
Ini adalah kriteria yang paling utama dari kriteria yang lain. Maka dalam memilih calon pasangan hidup, minimal harus terdapat satu syarat ini. Karena Allah Ta’ala berfirman :
“Hai manusia, Sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa - bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal-mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia diantara kamu disisi Allah ialah orang yang paling taqwa diantara kamu. Sesungguhnya Allah Maha mengetahui lagi Maha Mengenal. (Q.S. Al-Hujuraat ayat 13)
Sedangkan taqwa adalah menjaga diri dari adzab Allah Ta’ala dengan menjalankan perintah-Nya dan menjauhi larangan-Nya. Maka hendaknya seorang muslim berjuang untuk mendapatkan calon pasangan yang paling mulia di sisi Allah, yaitu seorang yang taat kepada aturan agama. Rasulullah shallallahu’alaihi wasallam pun menganjurkan memilih istri yang baik agamanya,
“Wanita biasanya dinikahi karena empat hal: karena hartanya, karena kedudukannya, karena parasnya dan karena agamanya. Maka hendaklah kamu pilih wanita yang bagus agamanya (keislamannya). Kalau tidak demikian, niscaya kamu akan merugi.” (HR. Bukhari-Muslim)
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam juga bersabda :
“Jika datang kepada kalian seorang lelaki yang kalian ridhai agama dan akhlaknya, maka nikahkanlah ia. Jika tidak, maka akan terjadi fitnah di muka bumi dan kerusakan yang besar.” (HR. Tirmidzi. Al Albani berkata dalam Adh Dho’ifah bahwa hadits ini hasan lighoirihi)
Jika demikian, maka ilmu agama adalah poin penting yang menjadi perhatian dalam memilih pasangan. Karena bagaimana mungkin seseorang dapat menjalankan perintah Allah dan menjauhi larangan-Nya, padahal dia tidak tahu apa saja yang diperintahkan oleh Allah dan apa saja yang dilarang oleh-Nya? Dan disinilah diperlukan ilmu agama untuk mengetahuinya.
Maka pilihlah calon pasangan hidup yang memiliki pemahaman yang baik tentang agama. Karena salah satu tanda orang yang diberi kebaikan oleh Allah adalah memiliki pemahaman agama yang baik. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda :
“Orang yang dikehendaki oleh Allah untuk mendapat kebaikan akan dipahamkan terhadap ilmu agama.” (HR. Bukhari-Muslim)

2.      Al Kafa’ah (Sekufu)
Yang dimaksud dengan sekufu atau al kafa’ah -secara bahasa- adalah sebanding dalam hal kedudukan, agama, nasab, rumah dan selainnya (Lisaanul Arab, Ibnu Manzhur). Al Kafa’ah secara syariat menurut mayoritas ulama adalah sebanding dalam agama, nasab (keturunan), kemerdekaan dan pekerjaan. (Dinukil dari Panduan Lengkap Nikah, hal. 175). Atau dengan kata lain kesetaraan dalam agama dan status sosial. Banyak dalil yang menunjukkan anjuran ini. Di antaranya firman Allah Ta’ala, “Wanita-wanita yang keji untuk laki-laki yang keji. Dan laki-laki yang keji untuk wanita-wanita yang keji pula. Wanita-wanita yang baik untuk laki-laki yang baik. Dan laki-laki yang baik untuk wanita-wanita yang baik pula.” (QS. An Nur: 26)
Al Bukhari pun dalam kitab shahihnya membuat Bab Al Akfaa fid Diin (Sekufu dalam agama) kemudian di dalamnya terdapat hadits,
“Wanita biasanya dinikahi karena empat hal: karena hartanya, karena kedudukannya, karena parasnya dan karena agamanya. Maka hendaklah kamu pilih karena agamanya (keislamannya), sebab kalau tidak demikian, niscaya kamu akan merugi.” (HR. Bukhari-Muslim)
Salah satu hikmah dari anjuran ini adalah kesetaraan dalam agama dan kedudukan sosial dapat menjadi faktor kelanggengan rumah tangga. Hal ini diisyaratkan oleh kisah Zaid bin Haritsah radhiyallahu ‘anhu, seorang sahabat yang paling dicintai oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, dinikahkan dengan Zainab binti Jahsy radhiyallahu ‘anha. Zainab adalah wanita terpandang dan cantik, sedangkan Zaid adalah lelaki biasa yang tidak tampan. Walhasil, pernikahan mereka pun tidak berlangsung lama. Jika kasus seperti ini terjadi pada sahabat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, apalagi kita?
3.      Menyenangkan jika dipandang
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam hadits yang telah disebutkan, membolehkan kita untuk menjadikan faktor fisik sebagai salah satu kriteria memilih calon pasangan. Karena paras yang cantik atau tampan, juga keadaan fisik yang menarik lainnya dari calon pasangan hidup kita adalah salah satu faktor penunjang keharmonisan rumah tangga. Maka mempertimbangkan hal tersebut sejalan dengan tujuan dari pernikahan, yaitu untuk menciptakan ketentraman dalam hati.
Allah Ta’ala berfirman :
Dan di antara tanda-tanda (kebesaran)-nya ialah dia menciptakan pasangan untukmu dari jenismu sendiri, agar kamu cenderung merasakan tenteram kepadanya, dan dia menjadikan di antaramu rasa kasih sayang. Sungguh, pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda (kebesaran allah) bagi kaum yang berfikir.” (QS. Ar-Ruum: 21)
Dalam sebuah hadits Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam juga menyebutkan 4 ciri wanita sholihah yang salah satunya :
“Jika memandangnya, membuat suami senang.” (HR. Abu Dawud. Al Hakim berkata bahwa sanad hadits ini shahih)
Oleh karena itu, Islam menetapkan adanya nazhor, yaitu melihat wanita yang yang hendak dilamar. Sehingga sang lelaki dapat mempertimbangkan wanita yang yang hendak dilamarnya dari segi fisik. Sebagaimana ketika ada seorang sahabat mengabarkan pada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bahwa ia akan melamar seorang wanita Anshar. Beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
“Sudahkah engkau melihatnya?” Sahabat tersebut berkata, “Belum.” Beliau lalu bersabda, “Pergilah kepadanya dan lihatlah ia, sebab pada mata orang-orang Anshar terdapat sesuatu.” (HR. Muslim)



4.      Subur (mampu menghasilkan keturunan)
Di antara hikmah dari pernikahan adalah untuk meneruskan keturunan dan memperbanyak jumlah kaum muslimin dan memperkuat izzah (kemuliaan) kaum muslimin. Karena dari pernikahan diharapkan lahirlah anak-anak kaum muslimin yang nantinya menjadi orang-orang yang shalih yang mendakwahkan Islam. Oleh karena itulah, Rasullullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menganjurkan untuk memilih calon istri yang subur,
“Nikahilah wanita yang penyayang dan subur! Karena aku berbangga dengan banyaknya ummatku.” (HR. An Nasa’I, Abu Dawud. Dihasankan oleh Al Albani dalam Misykatul Mashabih)
Karena alasan ini juga sebagian fuqoha (para pakar fiqih) berpendapat bolehnya fas-khu an nikah (membatalkan pernikahan) karena diketahui suami memiliki impotensi yang parah. As Sa’di berkata: “Jika seorang istri setelah pernikahan mendapati suaminya ternyata impoten, maka diberi waktu selama 1 tahun, jika masih dalam keadaan demikian, maka pernikahan dibatalkan (oleh penguasa)” (Lihat Manhajus Salikin, Bab ‘Uyub fin Nikah hal. 202)

2.3    Kriteria untuk Memilih Calon Suami
Khusus bagi seorang muslimah yang hendak memilih calon pendamping, ada satu kriteria yang penting untuk diperhatikan.
1.      Addin atau agama Suami adalah pembimbing istri dan keluarga untuk dapat selamat di dunia dan akhirat, sehingga syarat ini mutlak diharuskan.
2.      Memiliki akhlak yang baik. Laki-laki yang berakhlak baik akan mampu membimbing keluarganya ke jalan yang diridhoi Allah SWT.
3.      Sholih dan taat beribadah. Seorang suami adalah teladan dalam keluarga, sehingga tindak tanduknya akan ‘menular’ pada istri dan anak-anaknya.
4.      Memiliki jiwa kepemimpinan , Suami adalah imam maka seorang imam harus memiliki sifat kepemimpinan.
5.      Sehat dalam fisik dan mental,agar terhindar dari timbulnya perselingkuhan . islam sangan menjaga perselingkahan untuk menjaga nasab atau keturunan.
6.      Calon suami memiliki kemampuan untuk memberi nafkah.
Karena memberi nafkah merupakan kewajiban seorang suami. Islam telah menjadikan sikap menyia-nyiakan hak istri, anak-anak serta kedua orang tua dalam nafkah termasuk dalam kategori dosa besar. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
“Cukuplah seseorang itu berdosa bila ia menyia-nyiakan orang yang menjadi tanggungannya.” (HR. Ahmad, Abu Dawud. Al Hakim berkata bahwa sanad hadits ini shahih).
Oleh karena itu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam pun membolehkan bahkan menganjurkan menimbang faktor kemampuan memberi nafkah dalam memilih suami. Seperti kisah pelamaran Fathimah binti Qais radhiyallahu ‘anha:
“Dari Fathimah binti Qais radhiyallahu ‘anha, ia berkata: ‘Aku mendatangi Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam lalu aku berkata, “Sesungguhnya Abul Jahm dan Mu’awiyah telah melamarku”. Lalu Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam berkata, “Adapun Mu’awiyah adalah orang fakir, ia tidak mempunyai harta. Adapun Abul Jahm, ia tidak pernah meletakkan tongkat dari pundaknya”.” (HR. Bukhari-Muslim)
Dalam hadits ini Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam tidak merekomendasikan Muawiyah radhiyallahu ‘anhu karena miskin. Maka ini menunjukkan bahwa masalah kemampuan memberi nafkah perlu diperhatikan.
Namun kebutuhan akan nafkah ini jangan sampai dijadikan kriteria dan tujuan utama. Jika sang calon suami dapat memberi nafkah yang dapat menegakkan tulang punggungnya dan keluarganya kelak itu sudah mencukupi.
Karena Allah dan Rasul-Nya mengajarkan akhlak zuhud (sederhana) dan qana’ah (menyukuri apa yang dikarunai Allah) serta mencela penghamba dan pengumpul harta. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
“Celakalah hamba dinar, celakalah hamba dirham, celakalah hamba khamishah dan celakalah hamba khamilah. Jika diberi ia senang, tetapi jika tidak diberi ia marah.” (HR. Bukhari)
Selain itu, bukan juga berarti calon suami harus kaya raya. Karena Allah pun menjanjikan kepada para lelaki yang miskin yang ingin menjaga kehormatannya dengan menikah untuk diberi rizki.  
“Dan nikahkanlah orang-orang yang masih membujang di antara kalian. Jika mereka miskin, Allah akan memberi kemampuan kepada mereka dengan karunia-Nya.” (QS. An Nur: 32)

2.4    Kriteria untuk Memilih calon Istri
Salah satu bukti bahwa wanita memiliki kedudukan yang mulia dalam Islam adalah bahwa terdapat anjuran untuk memilih calon istri dengan lebih selektif. Yaitu dengan adanya beberapa kriteria khusus untuk memilih calon istri. Di antara kriteria tersebut adalah :
1.      Addin atau agama . Ini adalah syarat yang utama dan pertama. 
2.      Paras, sebab paras yang cantik akan menenteramkan hati , akan mencegah timbulnya perselingkuhan.
3.      Memiliki akhlak yang baik . Wanita yang berakhlak baik insya Allah akan mampu menjadi ibu dan istri yang baik.
4.      Mempunya sifat penyayang . Wanita yang penuh rasa cinta akan memiliki banyak sifat kebaikan.
5.      Sehat secara fisik dan mental . Wanita yang sehat akan mampu memikul beban rumah tangga dan menjalankan kewajiban sebagai istri dan ibu yang baik.
6.      Penurut atau disebut manut , sebab posisi istri adalah diatur dan bukan pengatur sebab bila wanita mengatur maka akan hancur rumah tangga karena wanita selalu mengambil keputusan dengan perasaan tidak dengan akal.
7.      Bersedia taat kepada suami
Seorang suami adalah pemimpin dalam rumah tangga. Sebagaimana firman Allah Ta’ala,
“kaum laki-laki itu adalah pemimpin bagi kaum wanita, oleh karena Allah telah melebihkan sebahagian mereka (laki-laki) atas sebahagian yang lain (wanita), dan karena mereka (laki-laki) telah menafkahkan sebagian dari harta mereka. sebab itu Maka wanita yang saleh, ialah yang taat kepada Allah lagi memelihara diri ketika suaminya tidak ada, oleh karena Allah telah memelihara (mereka). wanita-wanita yang kamu khawatirkan nusyuznya, Maka nasehatilah mereka dan pisahkanlah mereka di tempat tidur mereka, dan pukullah mereka. kemudian jika mereka mentaatimu, Maka janganlah kamu mencari-cari jalan untuk menyusahkannya. Sesungguhnya Allah Maha Tinggi lagi Maha besar.( Q.S An-Nissa :34)
Sudah sepatutnya seorang pemimpin untuk ditaati. Ketika ketaatan ditinggalkan maka hancurlah ‘organisasi’ rumah tangga yang dijalankan. Oleh karena itulah, Allah dan Rasul-Nya dalam banyak dalil memerintahkan seorang istri untuk taat kepada suaminya, kecuali dalam perkara yang diharamkan. Meninggalkan ketaatan kepada suami merupakan dosa besar, sebaliknya ketaatan kepadanya diganjar dengan pahala yang sangat besar.
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda :
“Apabila seorang wanita mengerjakan shalat lima waktunya, mengerjakan puasa di bulan Ramadhan, menjaga kemaluannya dan menaati suaminya, maka ia akan masuk surga dari pintu mana saja yang ia inginkan.” (HR. Ibnu Hibban. Dishahihkan oleh Al Albani).
Maka seorang muslim hendaknya memilih wanita calon pasangan hidupnya yang telah menyadari akan kewajiban ini
8.      Menjaga auratnya dan tidak memamerkan kecantikannya kecuali kepada suaminya. Berbusana muslimah yang benar dan syar’i adalah kewajiban setiap muslimah. Seorang muslimah yang shalihah tentunya tidak akan melanggar ketentuan ini. Allah Ta’ala berfirman :
Hai Nabi, Katakanlah kepada isteri-isterimu, anak-anak perempuanmu dan isteri-isteri orang mukmin: "Hendaklah mereka mengulurkan jilbabnya ke seluruh tubuh mereka". yang demikian itu supaya mereka lebih mudah untuk dikenal, karena itu mereka tidak di ganggu. dan Allah adalah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. Jilbab ialah sejenis baju kurung yang lapang yang dapat menutup kepala, muka dan dada. (QS. Al Ahzab: 59)
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam pun mengabarkan dua kaum yang kepedihan siksaannya belum pernah beliau lihat, salah satunya adalah wanita yang memamerkan auratnya dan tidak berbusana yang syar’i. Beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
“Wanita yang berpakaian namun (pada hakikatnya) telanjang yang berjalan melenggang, kepala mereka bergoyang bak punuk unta. Mereka tidak akan masuk surga dan bahkan mencium wanginya pun tidak. Padahal wanginya surga dapat tercium dari jarak sekian dan sekian.” (HR. Muslim)
Berdasarkan dalil-dalil yang ada, para ulama merumuskan syarat-syarat busana muslimah yang syar’i di antaranya: menutup aurat dengan sempurna, tidak ketat, tidak transparan, bukan untuk memamerkan kecantikan di depan lelaki non-mahram, tidak meniru ciri khas busana non-muslim, tidak meniru ciri khas busana laki-laki, dll. Maka pilihlah calon istri yang menyadari dan memahami hal ini, yaitu para muslimah yang berbusana muslimah yang syar’i.
9.      Gadis lebih diutamakan dari janda
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menganjurkan agar menikahi wanita yang masih gadis. Karena secara umum wanita yang masih gadis memiliki kelebihan dalam hal kemesraan dan dalam hal pemenuhan kebutuhan biologis. Sehingga sejalan dengan salah satu tujuan menikah, yaitu menjaga dari penyaluran syahawat kepada yang haram. Wanita yang masih gadis juga biasanya lebih menerima jika sang suami berpenghasilan sedikit. Hal ini semua dapat menambah kebahagiaan dalam pernikahan. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
“Menikahlah dengan gadis, sebab mulut mereka lebih jernih, rahimnya lebih cepat hamil, dan lebih rela pada pemberian yang sedikit.” (HR. Ibnu Majah. Dishahihkan oleh Al Albani).
Namun tidak mengapa menikah dengan seorang janda jika melihat maslahat yang besar. Seperti sahabat Jabir bin Abdillah radhiyallahu ‘anhu yang menikah dengan janda karena ia memiliki 8 orang adik yang masih kecil sehingga membutuhkan istri yang pandai merawat anak kecil, kemudian Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam pun menyetujuinya (HR. Bukhari-Muslim)
10.  Nasab-nya baik
Dianjurkan kepada seseorang yang hendak meminang seorang wanita untuk mencari tahu tentang nasab (silsilah keturunan)-nya.
Alasan pertama, keluarga memiliki peran besar dalam mempengaruhi ilmu, akhlak dan keimanan seseorang. Seorang wanita yang tumbuh dalam keluarga yang baik lagi Islami biasanya menjadi seorang wanita yang shalihah.
Alasan kedua, di masyarakat kita yang masih awam terdapat permasalahan pelik berkaitan dengan status anak zina. Mereka menganggap bahwa jika dua orang berzina, cukup dengan menikahkan keduanya maka selesailah permasalahan. Padahal tidak demikian. Karena dalam ketentuan Islam, anak yang dilahirkan dari hasil zina tidak di-nasab-kan kepada si lelaki pezina, namun di-nasab-kan kepada ibunya. Berdasarkan hadits,
“Anak yang lahir adalah milik pemilik kasur (suami) dan pezinanya dihukum.” (HR. Bukhari)
Dalam hadits yang mulia ini, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam hanya menetapkan anak tersebut di-nasab-kan kepada orang yang berstatus suami dari si wanita. Me-nasab-kan anak zina tersebut kepada lelaki pezina menyelisihi tuntutan hadits ini.
Konsekuensinya, anak yang lahir dari hasil zina, apabila ia perempuan maka suami dari ibunya tidak boleh menjadi wali dalam pernikahannya. Jika ia menjadi wali maka pernikahannya tidak sah, jika pernikahan tidak sah lalu berhubungan intim, maka sama dengan perzinaan. Iyyadzan billah, kita berlindung kepada Allah dari kejadian ini. Oleh karena itulah, seorang lelaki yang hendak meminang wanita terkadang perlu untuk mengecek nasab dari calon pasangan.
Demikian beberapa kriteria yang perlu dipertimbangkan oleh seorang muslim yang hendak menapaki tangga pernikahan. Nasehat kami, selain melakukan usaha untuk memilih pasangan, jangan lupa bahwa hasil akhir dari segala usaha ada di tangan Allah ‘Azza Wa Jalla. Maka sepatutnya jangan meninggalkan doa kepada Allah Ta’ala agar dipilihkan calon pasangan yang baik. Salah satu doa yang bisa dilakukan adalah dengan melakukan shalat Istikharah.
Sebagaimana hadits dari Jabir radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam berkata,
“Jika kalian merasa gelisah terhadap suatu perkara, maka shalatlah dua raka’at kemudian berdoalah: ‘Ya Allah, aku beristikharah kepadamu dengan ilmu-Mu’… (dst)” (HR. Bukhari)













BAB III
PENUTUP

Kesimpulan

Kriteria memilih calon suami atau istreri menurut islam adalah setiap muslim yang ingin beruntung dunia akhirat hendaknya mengidam-idamkan sosok suami dan istri dengan kriteria sebagai berikut:
1. Taat kepada Allah dan Rasul-Nya
2. Al Kafa’ah (Sekufu)
3. Menyenangkan jika dipandang
4. Subur (mampu menghasilkan keturunan)

Daftar Pustaka

Mentari,istari.2013.Nikah,ta’aruf dan khitbah.(online)._Nikah,ta’aruf dan khitbah _ mentariistari's Blog.html.Diakses pada jumat 3 Oktober 2014.

Zahra,ras.2010. Ta’aruf – Sebuah proses awal penempatan cinta dalam tempat yang baik dan benar.(online).http://razzahra.multiply.com.Diakses pada jumat 3 Oktober 2014


zakat



BAB I
PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang

Harta merupakan titipan Allah SWT yang pada hakekatnya hanya dititipkan kepada kita sebagai manusia ciptaan-Nya. Konsekuensi manusia terhadap segala bentuk titipan yang dibebankan kepadanya mempunyai aturan-aturan Tuhan, baik dalam pengembangan maupun dalam penggunaan.
Terdapat kewajiban yang dibebankan pada pemiliknya untuk mengeluarkan zakat untuk kesejahteraan masyarakat, dan ada ibadah maliyah sunnah yakni sedekah dan infaq. Karena pada hakekatnya segala harta yang dimiliki manusia adalah titipan Allah SWT, maka setiap kita manusia wajib melaksanakan segala perintah Allah mengenai hartanya.
 Zakat, Infaq, dan Sedaqah merupakan ibadah yang tidak hanya berhubungan dengan nilai ketuhanan saja namun berkaitan juga dengan hubungan kemanusian yang bernilai sosial (Maliyah ijtimah‘iyyah). Zakat, Infaq, dan Sedaqah memiliki manfaat yang sangat penting dan strategis dilihat dari sudut pandang ajaran Islam maupun dari aspek pembangunan kesejahteraan umat.

B.     Rumusan Masalah
1.      Pengertian ibadah maliah?
2.      Macam-macam ibadah maliah?
3.      Pengertian zakat, sadaqah dan infak?
4.      Jenis harta kekayaan yang terkena wajib zakat dan nisabnya?

C.    Tujuan Penulisan
1.      Mengetahui pengertian ibadah maliah.
2.      Mengetahui macam-macam ibadah maliah.
3.      Mengetahui pengertian zakat, sadaqah dan infak.
4.      Mengetahui jenis harta kekayaan yang terkena wajib zakat dan nisabnya.

BAB II
PEMBAHASAN
A.      IBADAH MALIAH
1. Pengertian Ibadah Maliah
Ibadah maliah adalah amalan-amalan ibadah yang lebih banyak dilakukan dengan sarana harta benda atau ibadah yang diwujudkan dalam bentuk pemberian harta atau terkait dengan harta yaitu menggunakan harta yang Allah karuniakan untuk apa-apa yang Allah cintai dan ridhai seperti zakat, infak, sodaqah.
2. Macam-Macam Ibadah Maliah
a. ZAKAT
1. Pengertian Zakat
Zakat secara etimologi berasal dari kata “zakka” mensucikan, membersihkan atau berkembang.
Firman Allah surat at-Taubah:103
Artinya: pungutlah zakat dari harta benda mereka, yang akan membersihkan dan mensucikan mereka
Surat al-A’la:14
Artinya: sungguh beruntunglah orang yang membersihkan diri, dan dia ingat asma Tuhannya, kemudian ia bersembahyang.
Zakat secara istilah syara’ zakat adalah kadar harta yang tertentu, diberikan kepada yang berhak menerimanya, dengan beberapa syarat, semata-mata mencari ridha Allah SWT.
Sedangkan menurut istilah para ulama, zakat adalah:

إِعْطَاءُ جُزْءٍ مَخْصُوْصٍ مِنْ مَالٍ مَخْصُوْصٍ بِوَضْعٍ مَخْصُوْصٍ وَبَعْضِهَا فِى أَوْقَاتٍ
 مَخْصُوْصَةٍ لِمُسْتَحِقِّهِ
Memberikan sebagian yang khusus, dari harta yang khusus, dengan ketentuan yang khusus, dan sebagiannya disalurkan pada waktu yang khusus, untuk yang berhak menerimanya”.
2. Delapan Golongan yang Berhak Mendapat Zakat
Orang yang berhak menerima zakatul-mal atau zakat harta kekayaan ada delapan (8) golongan diantaranya yaitu:
1)      Orang fakir, ialah orang melarat karena sama sekali tidak mempunyai mata pencaharian
2)      Orang miskin, ialah orang melarat karena penghasilannya tidak dapat mencukupi kebutuhan hidup sehari-hari
3)      ‘Amil, ialah orang yang bertugas melaksanakan pengumpulan dan pembagian zakatul-mal kepada orang-orang yang berhak menerimanya
4)      Muallaf, ialah orang yang baru beberapa saat masuk agama islam atau orang yang sedang diharapkan masuk islam. Goloangan ini dilihat dari imannya belum kokoh benar, dan justru karena itu masih memerlukan beberapa penyantunan yang menggembirakan
5)      Untuk memerdekakan hamba sahaya atau budak
6)      Orang yang tenggelam dalam hutang, yakni orang berhutang demi untuk mencukupi kebutuhan hidup yang primer atau maksud lain yang sifatnya halal. Lilitan hutang demi hutang akhirnya menyebabkan orang tersebut tidak mampu lagi mengembalikannya.
7)      Fi sabilillah, ialah berbagai bentuk usaha dan perjuangan untuk menyebar luaskan agama islam serta mempertahankannya. Segala amalan yang memang dengan sengaja dimaksudkan untuk dakwah islam amar makruf nahi munkar, semacam pendirian sekolah atau madrasah islam, rumah sakit islam, mushola, pembiayaan organisasi perjuangan islam
8)      Ibnu sabil, ialah orang yang sedang dalam perantauaan, sedang bekal pejalanan sangat kurang.

3. Jenis Harta Kekayaan yang Terkena Wajib Zakat dan Nisabnya
Beberapa harta kekayaan yanng terkena wajib zakat apabila memang harta kekayaan tersebut telah sampai nisabnya, atau telah mencapai batas minimal diantaranya:
1)      Emas dan perak
Kewajiban menunaikan zakat emas dan perak dalam al-qur’an surat at-Taubah ayat 34-35
Artinya: orang yang menyimpan emas dan perak serta tidak menafkahkannya di jalan Allah, maka beritahukan kepada mereka bahwa mereka akan mendapat siksa yang pedih pada hari dipanaskannya emas dan perak itu di neraka jahannam lalu dahi mereka dibakar dengannya seraya dikatakan kepada mereka inilah harta benda yang kalian simpan untuk diri kalian sendiri maka rasakanlah sekarang akibat dan apa yang kalian simpan itu.
a)      Nishab emas
Dari Ali bin Abi Thalib r.a ia berkata; Nabi bersabda:
Artinya: tidak ada kewajiban bagi dirimu atas sesuatu, sehingga kamu mempunyai 20dinar. Jika kamu telah mempunyai 20dinar dan telah mencapai 1tahun, maka zakat darinya adalah setengah dinar, sedangkan kelebihannya dihitung menurut perhitungannya.Tidak ada zakat pada suatu harta, sehingga mencapai waktu 1tahun. (HR. Ahmad, Abu Dawud dan Baihaqi)
b)      Nishab perak
Dari Ali bin Abi Thalib r.a ia berkata: bahwa Rosulullah saw bersabda
Artinya: aku tidak memungut zakat kuda dan budak dari kalian semua, maka berikanlah zakat perak dari setiap 40 dirham, sebanyak 1 dirham. Tidak ada zakat pada perak yang hanya berjumlah 190 dirham, akan tetapi jika telah mencapai 200 dirham maka zakat yang harus dikeluarkan adalah 5 dirham (HR. Ahmad, Abu Dawud dan At-Tirmidzi)
2)      Zakat hasil tanaman dan buah-buahan
Berbagai macam hasil tanaman semacam padi, gandum, kentang, jagung dan sebangsanya yang sifatnya menjadi bahan makanan pokok manakala telah mencapai nishab wajib dikeluarkan zakatnya sesaat biji-bijian dipanen.Sedangkan macam hasil buah-buahan semacam buah anggur dan buah kurma.
Firman Allah qur’an surat Al-Baqarah ayat 267
Artinya: Wahai orang-orang yang beriman, nafkahkanlah sebagian dari hasil usaha kalian yang baik-baik dan sebagian dari apa yang kami keluarkan dari bumi untuk kalian.
Firman Allah qur’an surat Al-An’am ayat 141
Artinya: Dan Dia (Allah) yang menjadikan kebun-kebun yang berjenjang dan tidak berjenjang, pohon kurma, tanam-tanaman yang bermacam-macam jenis buahnya seperti zaitun dan delima yang serupa bentuk dan warnanya, akan tetapi tidak sama rasanya maka makanlah dari buahnya (yang bermacam-macam itu) dan tunaikanlah haknya pada hari memetik hasilnya (dengan dikeluarkan zakatnya)
4. Nishab zakat pertanian dan buah-buahan
Dari Abu Said Al-Khudri r.a mengatakan
Artinya: tidak ada kewajiban zakat pada kurma dan biji-biji makanan yang kurang dari 5 wasaq. (muttafaqun Alaih)
Mayoritas ulama berpendapat, bahwa zakat itu tidak diwajibkan atas hasil pertanian dan buah-buahan sehingga mencapai 5 wasaq, yaitu setelah bersih dari batang atau jerami dan kulitnya.Jika kulitnya masih melekat, maka disyaratkan harus mencapai sepuluh wasaq.
Rasulullah saw bersabda:
Artinya: pada tanaman yang mendapat siraman air dari langit zakatnya sepersepuluh dan yang disirami dengan tenagaorang atau hewan adalah seperduapuluh. (HR. Al-Bukhari)
3)      Zakat binatang ternak
Binatang ternak yang wajib dikenakan zakat adalah sebagai berikut:
a.       Sapi atau kerbau
Setiap 30 ekor sapi atau kerbau dikenai zakat seekor anak sapi atau kerbau umur satu tahun, dan tiap 40 ekor dikenai zakat seekor anak sapi atau kerbau umur dua tahUn.
Hadist Rasulullah saw
Artinya: menilik hadist mu’adz bin jabal ketika diutus ke negeri Yaman, bahwa ia diperintah untuk memungut dari 30 ekor sapi, seekor anak sapi yang berumur satu tahun jantan atau betina, dan tiap 40 ekor sapi, seekor anak sapi yang berumur dua tahun. (HR. Ibnu Majah, Abu Dawud, Turmudzi)
b.      Kambing atau biri-biri
Mulai dari jumlah 40 ekor kambing sampai dengan 120 ekor dikenai zakat seekor kambing. Dan mulai 121 ekor kambingsampai 200 ekor dikenai zakat dua ekor kambing.selebihnya diatas 300 ekor maka tiap penambahan 100 ekor kambing dikenai satu ekor kambing.
c.       Unta / sapi / kerbau
Mengenai unta dan binatang ternak yang disepadankan, seperti sapi atau kerbau, nishab dan kadar zakatnya adalah sebagai berikut:
5 s/d 9 ekor dikenai zakat seekor kambing berumur 1 tahun
10 s/d 14 ekor dikenai zakat dua ekor kambing berumur 1 tahun
15 s/d 19 ekor dikenai zakat tig ekor kambing berumur 1 tahun
20 s/d 24 ekor dikenai zakat empat ekor kambing berumur 1 tahun
25 s/d 35 ekor dikenai zakat seekor anak unta berumur 1 tahun
Dalam kaitanya dengan zakat terhadap binatang ternak Rasulullah saw bersabda:
Artinya: ada tiga perkara, siapapun yang melakukannya tentulah akan mengenyam nikmatnya iman, yaitu orang yang melakukannya hanya menyembah kepada Allah yang memang tidak ada Tuhan selain Allah dan orang yang memberikan zakat harta bendanya dengan ikhlas serta berusaha memberikannya tiap tahun, dan orang yang tidak memberikan hewannya yang sangat tua berkoreng, berpenyakit atau tidak mengeluarkan susu lagi akan tetapi dalam membayarkan zakatnya ia memberiakan yang cukupan dari kekayaan kalian, karena sesungguhnya Allah tidak juga meminta kepada kalian yang terbaik dari padanya dan tidak pula menyuruh kalian (barang) yang terjelek. (HR. Thabrani dan Abu Dawud)
d.      Harta rikaz (temuan)
Rikaz artinya tersembunyi, yaitu harta yang terpendam yang besar kemungkinannyadipendam oleh orang-orang zaman dahulu, bilamana seseorang menemukan harta semacam itu, baik berupa emas atau perak dan jumlahnya mencapai nishab seharga 85gram emas murni maka kepada penemunya diwajibkan membayar zakat sebesar 20% dari jumlah barang temuannya, dan dibayarkan tanpa menunggu sampai satu tahun masa kepemilikannya
Rasulllah saw bersabda:
Artinya: dari Abu Hurairah r.a menyatakan bahwa Rasulullah saw bersabda: zakat terhadap harta temuanyang terpendam (rikaz) adalah seperlimanya. (HR. Bukhari dan Muslim).
e.       Zakat profesi
Dalam masalah zakat profesi majelis tarjih muhammadiyah dalam musyawarah nasional tarjih XXV di Jakarta tahun 2000 melalui ijtihad jama’I memutuskan sebagai berikut:
Profesi adalah keahlian yang ada umumnyadipergunakan untuk mendapatkan penghasilan uang
Zakat profesi adalah zakat yang dikeluarkan dari hasil usaha yang halal dan dapat mendatangkan hasil yang relatif banyak dengan berbagai cara melalui keahlian suatu tertentu
Bentuk usaha tersebut bisa berupa (1) usaha fisik seperti pegawai dan buruh (2) usaha pikiran seperti konsultan dan dokter (3) usaha kedudukan seperti komisi dan tunjangan (4) usaha modal seperti investasi
Hasil usaha profesi bisa berupa (1) hasil yang teratur dan pasti setiap bulan, minggu atau hari seperti upah pekerja dan gaji pegawai (2) hasil yang tidak tetap dan tidak dapat diperkirakan secara pasti seperti kontraktor dan royalti pengarang
Zakat profesi hukumnya wajib berdasarkan alqur’an surat albaqarah:267, at-Taubah:103, al-Hasyr:7, adz-Dzariyat:19, al-Ma’arij:24-25 serta hadits riwayat jamaah dari ibnu Abbas r.a bahwa Nabi saw bersabda: sesungguhnya Allah mewajibkan kepada mereka mengeluarkan sadakah dari harta benda mereka, diambil dari harta orang-orang yang kaya serta dkembalikan / diberikan kepada kaum kafir.
Nishab zakat profesi setara dengan 85 gram emas 24 karat, baik berdasarkan perhitungan zakat tijarah (perdagangan) maupun berdasarkan perhitungan zakat emas.
Kadar zakat profesi sebesar 2.50% baik dengan maupun tanpa dikurangi kebutuhan pokok secara ma’ruf (patut)
Zakat profesi dihitung secara haul atau tidak berdasarkan haul .jika perhitungan didasarkan haul, maka yang dikenai zakat adalah akumulasi (penjumlahan) penghaslan selama satu tahun. Jika perhitungan tanpa didasarkan pada haul, maka kewajiban zakat dilaksanakan ketika penghasilan mencapai nishab.
f.       Zakat lembaga
Lembaga adalah badan yang memiliki hak kewajiban serta dapat memiliki kekayaanseperti PT, CV, Firma, yayasan.
Kekayaan yang dimiliki lembaga ini dikenakan zakat jika lembaga tersebut melakukan usaha yang mendatangkan keuntungan yang mencapai nishab
Nilai dan kadar disesuaikan  dengan jenis usaha yang dilakukan
Besarnya kewajiban zakat adalah 2.50%
5. Zakat fitrah
Zakat fitrah adalah zakat yang wajib dikeluarkan oleh setiap muslim laki-laki, perempuan, besar atau kecil, merdeka atau budak pada hari raya fitri bilamana pada dirinya ada kelebihan makanan untuk hari tersebut.
Zakat fitrah itu dibayarkan sebanyak 2,5 kg bahan makanan pokok untuk setiap orangnya. Adapun tentang sifat barangnya, maka bahan-bahan pokok yang dipergunakan untuk membayar zakat adalah harus sejenis dan sekualitas dengan apa yang dimakannya.
Rosulullah saw bersabda:
Artinya: rasulullah saw mewajibkan zakat fitrah pada bulan ramadhan, sebayak satu sha’ (3,1 liter) dari makanan kurma atau gandum atas tiap” orang merdeka atau hamba,laki-laki atau perempuan muslim. (HR. Bukhari dan Muslim dari Ibnu ‘Umar r.a)
Zakat fitrah yang disyariatkan pada bulan sya’ban tahun kedua hijriyah di terangkan dalam hadist
Artinya: rasulullah saw menfardukan zakat fitrah untuk pensuci bagi orang yang berpuasa dari perbuatan yang sia-sia dan tutur kata yang keji, dan menjadi makanan bagi orang-orang miskin. Barang siapa menunaikannya sebelum sholat ‘id maka itulah zakat yang diterima.Dan barang siapa menunaikannya sesudah sholat ‘id maka sadaqahnya itu merupakan sadaqah biasa. (HR. Abu Dawud dan Qaruquthni dari Ibnu ‘abbas r.a)
Kewajiban membayar zakat fitrah itu dalam rangka lebih menyempurnakan pensucian diri pribadi dari berbagai perkataan dan perbuatan serta sikap yang tercela, dan zakat fitrah tersebut hendaklah diberikan kepada orang-orang miskin guna mencukupi kebutuhan pangannya pada hari yang berbagia, hari raya sehingga diharapkan dalam keadaan hari bersuka cita itu tidak ada satu orangpun yang bersedih menangis karena kelaparan.
B.   SADAQAH
1. Pengertian Shadaqah
Ibadah harta pada umumnya disebut shadaqah.Shadaqah yang wajib dan ditentukan standar pelaksanaannya disebut zakat.Shadaqah yang wajib tapi tidak ditentukan standar pelaksanaannya disebut infaq. Adapun shadaqah yang sunat disebut dengan kata shadaqah itu sendiri.
Shadaqah bersal dari kata ash-shidqu yang berarti benar, jujur.Falsafahnya, shadaqah merupakan bukti bahwa seseorang memiliki keyakinan (aqidah) yang benar, jalan hidup (syariah) yang benar dan prilaku (akhlak) yang benar.selain itu, shadaqah merupakan manifestasi kejujuran seseorang dalam kepemilikan harta.
       Menurut istilah, shadaqah adalah:
مَا تُعْطَى عَلَى وَجْهِ التَّقَرُّبِ إِلَى اللهِ تَعَالَى
“Sesuatu yang diberikan untuk mendekatkan diri kepada Allah ta’ala”.
Ajaran islam sangat menganjurkan dan mendorong kepada umatnya agar suka rela dan ikhlas bersedia mengorbankan sebagian hartanya untuk disedekahkan kepada pihak yang benar-benar memerlukannya atau untuk kemaslahatan umum seperti membangun masjid, mushola, madrasah, rumah sakit, balai umum.
Firman Allah qur’an surat Al-Baqarah ayat 261
Artinya: perumpamaan orang-orang yang menafkahkan harta mereka pada jalan Allah, adalah seperti sebutir biji yang menumbuhkan tujuh tangkai, pada setiap tangkai (keluar) seratus butir biji. Dan Allah melipat gandakan bagi siapapun yang dikehendakinya, dan Allah maha luas karunianya dan maha mengetahui.
Allah juga menegaskan bahwa sadaqah yang di keluarkan oleh seseorang akan menjadi rusak dan tidak mempunyai nilai sama sekali di hadapan  Allah manakala motivasinya didasarkan untuk mendapat pujian sesama manusia.
Firman Allah qur’an surat Al-Baqarah ayat 264
Artinya: wahai sekalian orang yang beriman! Janganlah kalian menghilangkan pahala sadaqah kalian dengan menyebut-nyebut dan menyakiti perasaan si penerima seperti orang yang menafkahkan hartanya karena riya’ kepada manusia dan dia tidak beriman kepada Allah dan hari kemudian.
2.  Berhak Menerima Sadaqah
Berhak menerima sadaqah adalah keluarga dan kaum kerabat. Hal ini sebagaimana disebutkan dalam sebuah hadits yang diriwayatkan dari jabir r.a dimana rosulullah saw bersabda
Artinya: jika ada salah seorang diantara kalian yang fakir, maka hendaknyalah ia memulai dengan dirinya sendiri. Setelah ada kelebihan, maka hendaklah ia memberi keluarganya. Jika masih ada kelebihan juga, maka hendaklah memberi kepada kaum kerabatnya, atau sabdanya: kepada orang yang disayangi dan jika ada kelebihan, maka di sini dan di sini. (HR. Muslim).
3. Sifat Harta yang Disadaqahkan
Ajaran islam menghimbau kepada umatnya agar dalam membelanjakan sebagian untuk sadaqah hendaknya tetap berpijak pada prinsip bahwa barang atau harta tersebut adalah sesuatu yang halal, yang bernilai, sesuatu yang masih mengandung manfaat dan berharga menurut penilaian umum. Sebaliknya barang yang sudah tidak berharga atau kadar uang yang sangat kecil nilainya, yang oleh pemberinya sendiri sudah tidak dihargai seyogyanya tidak lagi di sadaqahkan kepada orang lain. Alqur’an menerangkan sifat barang yang sepatutnya di sadaqahkan kepada pihak lain, antara lain ialah:
Alqu’an surat Ali-Imran ayat 92
Artinya: dan kalian belum lagi mencapai kebajikan, sebelum kalian menafkahkan sebagian dari barang yang kalian senangi. Dan apapun juga yang kalian nafkahkan maka sungguh Allah maha mengetahui.
Alqur’an surat Al-Baqarah ayat 177
Artinya: dan memberikan harta bendanya yang masih disenangi kepada sanak kerabat, anak yatim, orang miskin, ibnu sabil, kepada peminta-minta, dan kepada orang yang akan membebaskan dirinya dari perbudakan
Alqur’an surat Al-Baqarah ayat 267
Artinya: wahai sekalian orang yang beriman, belanjakanlah dari sebaik-baiknya harta yang kalian peroleh dan dari sesuatu yang kami keluarkan untuk kalian dari bumi ini. Janganlah kalian bersengaja memberiakan dari yang jelek, yang sama sekali kalian tidak sudi mengambilnya (menggunakannya) kecuali dengan memejamkan (memicingkan) mata terhadapnya. Ketahuilah bahwa sesungguhnya Allah itu maha kaya lagi maha terpuji.
C.   INFAQ
1. Pengertian Infaq
Infaq berasal dari kata nafaqa yang berarti telah lewat, berlalu, habis, mengeluarkan isi, menghabiskan miliknya, atau belanja, mengeluarkan harta untuk kepentingan sesuatu. Pengertian infaq adalah pengeluaran sukalrela yang di lakukan seseorang. Allah SWT memberi kebebasan kepada pemiliknya untuk menentukan jenis harta dan berapa jumlah yang sebaiknya diserahkan. Setiap kali ia memperoleh rizki, sebanyak yang ia kehendakinya.

       Menurut istilah, infaq adalah:
إِخْرَاجُ الْمَالِ الطَّيِّبِ فِيْ الطَّاعَاتِ وَالْمُبَاحَاتِ
“Mengeluarkan harta yang thayib (baik) dalam ketaatan atau hal-hal yang dibolehkan”
       Perbedaan antara infaq dengan zakat terletak pada standar ukuran, waktu dan mustahik. Jika zakat sudah tertentu sebagaimana lima unsur utama zakat, maka infaq tidak ditentukan standar ukuran, waktu penunaian, dan mustahiknya tidak terpaku sebagaimana dalam Q.S. at-Taubah (9) ayat 60.

Terkait dengan infak ini Rasulullah SAW bersabda dalam hadits yang diriwayatkan Bukhari dan Muslim ada malaikat yang senantiasa berdo’a setiap pagi dan sore : "Ya Allah SWT berilah orang yang berinfak, gantinya. Dan berkata yang lain : "Ya Allah jadikanlah orang yang menahan infak, kehancuran". (HR. Bukhori)

2.      Hikmah Berinfaq
Adapun  hikmah infaq bagi seorang muslim antara lain:
1      Infaq merupakan bagian dari keimanan dari seorang muslim
2       Orang yang enggan berinfaq adalah orang yang menjatuhkan diri dalam kebinasaan.
3      Di dalam ibadah terkandung hikmah dan mamfaat besar. Hikmah dan mamfaat infaq adalah sebagai realisasi iman kepada allah, merupakan sumber dana bagi pembangunan sarana maupun prasarana yang dibutuhkan ummat islam, menolong dan membantu kaum du’afa. 
Kaum Du’afa : Adalah sebuah kelompok manusia yang dianggap lemah atau mereka yang tertindas.





BAB III
Simpulan
Berdasarkan dengan pemaparan yang telah disampaikan dapat diketahui bahwa Perbedaan zakat, saqadah dan infaq antara lain yaitu; 1) Zakat itu sifatnya wajib dan adanya ketentuannya/batasan jumlah harta yang harus zakat dan siapa yang boleh menerima. 2). Sedekah: lebih luas dari infaq, karena yang disedekahkan tidak terbatas pada materi saja. 3).Infaq : sumbangan sukarela atau seikhlasnya (materi).