BAB
I
PENDAHULUAN
1.1 Latar belakang
Menikah memiliki amanah yang sangat besar amanat dunia dan akhirat. Oleh
sebab itu, memilih
dan memilah pasangan hidup juga merupakan hal yang harus benar-benar
diperhatikan tidak boleh asal-asalan . Agama telah memberikan setandar
dan petunjuk tentang cara mencari atau
memilih pasangan hidup yang tepat.
Muslim atau Muslimah
dalam memilih calon istri atau suami tidaklah mudah tetapi membutuhkan waktu.
Karena kriteria memilih harus sesuai dengan syariat Islam. Orang yang hendak
menikah, hendaklah memilih pendamping hidupnya dengan cermat, hal ini
dikarenakan apabila seorang Muslim atau Muslimah sudah menjatuhkan pilihan
kepada pasangannya yang berarti akan menjadi bagian dalam hidupnya. Wanita yang
akan menjadi istri atau ratu dalam rumah tangga dan menjadi ibu atau pendidik
bagi anak-anaknya demikian pula pria menjadi suami atau pemimpin rumah
tangganya dan bertanggung jawab dalam menghidupi (memberi nafkah) bagi anak
istrinya. Maka dari itu, janganlah sampai menyesal terhadap pasangan hidup
pilihan kita setelah berumah tangga kelak.
dua tahun saja, akan tetapi diniatkan untuk selama-lamanya sampai akhir hayat
kita.
1.2 Rumusan masalah
1. Bagaimanakah
kriteria memilih calon suami atau istri menurut islam?
2. Bagaimanakah
kriteria memilih calon suami?
3. Bagaimanakah
kriteria memilih calon istri?
1.3 Tujuan penulisan
- Menjelaskan kriteria memilih calon suami atau istri menurut islam
- Menjelaskkna kriteria memilih calon suami
- Menjelaskan kriteria memilih calon istri
BAB
II
PEMBAHASAN
2.1
Pengertian
Menikah
Arti Nikah Menurut bahasa: berkumpul atau menindas. Adapun
menurut istilah Ahli Ushul, Nikah menurut arti aslinya ialah aqad,
yang dengannya menjadi halal hubungan kelamin antara lelaki dan perempuan,
sedangkan menurut arti majasi ialah setubuh. Demikian menurut Ahli Ushul golongan
Syafi’iyah. Adapun menurut Ulama Fiqih, Nikah
ialah aqad yang di atur oleh Islam untuk
memberikan kepada lelaki hak memiliki penggunaan terhadap faraj (kemaluan) dan
seluruh tubuhnya untuk penikmatan sebagai tujuan utama.
Apa yang dibenarkan untuk pria terhadap calon yang akan
dipinangnya, dibenarkan juga untuk wanita terhadap calonnya. Kita dapat mengatakan
bahwa agama menoleransi si calon suami istri untuk bercakap-cakap atau berjalan
bersama selama ditemani oleh keluarga atau orang terhormat. Berjabat tangan
dengan lawan jenis pun dapat ditoleransi oleh banyak ulama, tetapi bukan dalam
arti bermesramesraan, atau pacaran dalam pengertian banyak muda-mudi dewasa
ini. Agama sangat tegas melarang berdua-duaan dengan calon pasangan walaupun
pinangan dan lamaran telah disampaikan. “Siapa yang beriman kepada Allah dan
Hari Kemudian, maka jangan sekali-kali berduaan dengan wanita yang tidak ada
bersama dia seorang mahramnya, karena kalau mereka berdua saja, maka setan yang
menggenapkan mereka bertiga” (HR. Ahmad).
Kriteria
memilih calon suami atau istreri menurut islam adalah setiap muslim
yang ingin beruntung dunia akhirat hendaknya mengidam-idamkan sosok suami dan
istri dengan kriteria sebagai berikut:
1.
Taat kepada Allah dan Rasul-Nya
Ini adalah kriteria yang paling utama dari kriteria yang lain. Maka dalam
memilih calon pasangan hidup, minimal harus terdapat satu syarat ini. Karena
Allah Ta’ala berfirman :
“Hai manusia,
Sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan
dan menjadikan kamu berbangsa - bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling
kenal-mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia diantara kamu disisi Allah
ialah orang yang paling taqwa diantara kamu. Sesungguhnya Allah Maha mengetahui
lagi Maha Mengenal.
(Q.S. Al-Hujuraat ayat 13)
Sedangkan taqwa
adalah menjaga diri dari adzab Allah Ta’ala dengan menjalankan perintah-Nya dan
menjauhi larangan-Nya. Maka hendaknya seorang muslim berjuang untuk mendapatkan
calon pasangan yang paling mulia di sisi Allah, yaitu seorang yang taat kepada
aturan agama. Rasulullah shallallahu’alaihi wasallam pun menganjurkan memilih
istri yang baik agamanya,
“Wanita
biasanya dinikahi karena empat hal: karena hartanya, karena kedudukannya,
karena parasnya dan karena agamanya. Maka hendaklah kamu pilih wanita yang
bagus agamanya (keislamannya). Kalau tidak demikian, niscaya kamu akan merugi.”
(HR. Bukhari-Muslim)
Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wa sallam juga bersabda :
“Jika datang
kepada kalian seorang lelaki yang kalian ridhai agama dan akhlaknya, maka
nikahkanlah ia. Jika tidak, maka akan terjadi fitnah di muka bumi dan kerusakan
yang besar.” (HR. Tirmidzi. Al Albani berkata dalam Adh Dho’ifah bahwa hadits
ini hasan lighoirihi)
Jika demikian, maka ilmu agama adalah poin penting yang menjadi perhatian
dalam memilih pasangan. Karena bagaimana mungkin seseorang dapat menjalankan
perintah Allah dan menjauhi larangan-Nya, padahal dia tidak tahu apa saja yang
diperintahkan oleh Allah dan apa saja yang dilarang oleh-Nya? Dan disinilah
diperlukan ilmu agama untuk mengetahuinya.
Maka pilihlah calon pasangan hidup yang memiliki pemahaman yang baik
tentang agama. Karena salah satu tanda orang yang diberi kebaikan oleh Allah
adalah memiliki pemahaman agama yang baik. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa
sallam bersabda :
“Orang yang
dikehendaki oleh Allah untuk mendapat kebaikan akan dipahamkan terhadap ilmu
agama.” (HR. Bukhari-Muslim)
2.
Al Kafa’ah (Sekufu)
Yang dimaksud dengan sekufu atau al kafa’ah -secara bahasa- adalah
sebanding dalam hal kedudukan, agama, nasab, rumah dan selainnya (Lisaanul
Arab, Ibnu Manzhur). Al Kafa’ah secara syariat menurut mayoritas ulama adalah
sebanding dalam agama, nasab (keturunan), kemerdekaan dan pekerjaan. (Dinukil
dari Panduan Lengkap Nikah, hal. 175). Atau dengan kata lain kesetaraan dalam
agama dan status sosial. Banyak dalil yang menunjukkan anjuran ini. Di
antaranya firman Allah Ta’ala, “Wanita-wanita yang keji untuk laki-laki yang
keji. Dan laki-laki yang keji untuk wanita-wanita yang keji pula. Wanita-wanita
yang baik untuk laki-laki yang baik. Dan laki-laki yang baik untuk
wanita-wanita yang baik pula.” (QS. An Nur: 26)
Al Bukhari pun
dalam kitab shahihnya membuat Bab Al Akfaa fid Diin (Sekufu dalam agama)
kemudian di dalamnya terdapat hadits,
“Wanita
biasanya dinikahi karena empat hal: karena hartanya, karena kedudukannya,
karena parasnya dan karena agamanya. Maka hendaklah kamu pilih karena agamanya
(keislamannya), sebab kalau tidak demikian, niscaya kamu akan merugi.” (HR.
Bukhari-Muslim)
Salah satu
hikmah dari anjuran ini adalah kesetaraan dalam agama dan kedudukan sosial
dapat menjadi faktor kelanggengan rumah tangga. Hal ini diisyaratkan oleh kisah
Zaid bin Haritsah radhiyallahu ‘anhu, seorang sahabat yang paling dicintai oleh
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, dinikahkan dengan Zainab binti Jahsy
radhiyallahu ‘anha. Zainab adalah wanita terpandang dan cantik, sedangkan Zaid
adalah lelaki biasa yang tidak tampan. Walhasil, pernikahan mereka pun tidak
berlangsung lama. Jika kasus seperti ini terjadi pada sahabat Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wa sallam, apalagi kita?
3. Menyenangkan
jika dipandang
Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam hadits yang telah disebutkan, membolehkan
kita untuk menjadikan faktor fisik sebagai salah satu kriteria memilih calon
pasangan. Karena paras yang cantik atau tampan, juga keadaan fisik yang menarik
lainnya dari calon pasangan hidup kita adalah salah satu faktor penunjang
keharmonisan rumah tangga. Maka mempertimbangkan hal tersebut sejalan dengan
tujuan dari pernikahan, yaitu untuk menciptakan ketentraman dalam hati.
Allah Ta’ala
berfirman :
Dan di antara
tanda-tanda (kebesaran)-nya ialah dia menciptakan pasangan untukmu dari jenismu
sendiri, agar kamu cenderung merasakan tenteram kepadanya, dan dia menjadikan
di antaramu rasa kasih sayang. Sungguh, pada yang demikian itu benar-benar
terdapat tanda-tanda (kebesaran allah) bagi kaum yang berfikir.” (QS. Ar-Ruum:
21)
Dalam sebuah
hadits Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam juga menyebutkan 4 ciri wanita
sholihah yang salah satunya :
“Jika memandangnya, membuat suami
senang.” (HR. Abu Dawud. Al Hakim berkata bahwa sanad hadits ini shahih)
Oleh karena
itu, Islam menetapkan adanya nazhor, yaitu melihat wanita yang yang hendak
dilamar. Sehingga sang lelaki dapat mempertimbangkan wanita yang yang hendak
dilamarnya dari segi fisik. Sebagaimana ketika ada seorang sahabat mengabarkan
pada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bahwa ia akan melamar seorang
wanita Anshar. Beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
“Sudahkah engkau melihatnya?”
Sahabat tersebut berkata, “Belum.” Beliau lalu bersabda, “Pergilah kepadanya
dan lihatlah ia, sebab pada mata orang-orang Anshar terdapat sesuatu.” (HR.
Muslim)
4.
Subur (mampu menghasilkan keturunan)
Di antara
hikmah dari pernikahan adalah untuk meneruskan keturunan dan memperbanyak
jumlah kaum muslimin dan memperkuat izzah (kemuliaan) kaum muslimin. Karena
dari pernikahan diharapkan lahirlah anak-anak kaum muslimin yang nantinya
menjadi orang-orang yang shalih yang mendakwahkan Islam. Oleh karena itulah,
Rasullullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menganjurkan untuk memilih calon
istri yang subur,
“Nikahilah wanita yang penyayang dan
subur! Karena aku berbangga dengan banyaknya ummatku.” (HR. An Nasa’I, Abu
Dawud. Dihasankan oleh Al Albani dalam Misykatul Mashabih)
Karena alasan
ini juga sebagian fuqoha (para pakar fiqih) berpendapat bolehnya fas-khu an
nikah (membatalkan pernikahan) karena diketahui suami memiliki impotensi yang
parah. As Sa’di berkata: “Jika seorang istri setelah pernikahan mendapati
suaminya ternyata impoten, maka diberi waktu selama 1 tahun, jika masih dalam
keadaan demikian, maka pernikahan dibatalkan (oleh penguasa)” (Lihat Manhajus
Salikin, Bab ‘Uyub fin Nikah hal. 202)
2.3
Kriteria untuk Memilih Calon Suami
Khusus bagi
seorang muslimah yang hendak memilih calon pendamping, ada satu kriteria yang
penting untuk diperhatikan.
1.
Addin atau
agama Suami adalah pembimbing istri dan keluarga untuk dapat selamat di dunia
dan akhirat, sehingga syarat ini mutlak diharuskan.
2. Memiliki akhlak yang baik. Laki-laki yang berakhlak baik akan
mampu membimbing keluarganya ke jalan yang diridhoi Allah SWT.
3. Sholih dan taat beribadah. Seorang suami adalah teladan dalam
keluarga, sehingga tindak tanduknya akan ‘menular’ pada istri dan anak-anaknya.
4. Memiliki jiwa kepemimpinan , Suami adalah imam maka seorang
imam harus memiliki sifat kepemimpinan.
5. Sehat dalam fisik dan mental,agar terhindar dari timbulnya
perselingkuhan . islam sangan menjaga perselingkahan untuk menjaga nasab atau keturunan.
6. Calon suami
memiliki kemampuan untuk memberi nafkah.
Karena memberi
nafkah merupakan kewajiban seorang suami. Islam telah menjadikan sikap
menyia-nyiakan hak istri, anak-anak serta kedua orang tua dalam nafkah termasuk
dalam kategori dosa besar. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
“Cukuplah seseorang itu berdosa bila
ia menyia-nyiakan orang yang menjadi tanggungannya.” (HR. Ahmad, Abu Dawud. Al
Hakim berkata bahwa sanad hadits ini shahih).
Oleh karena
itu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam pun membolehkan bahkan
menganjurkan menimbang faktor kemampuan memberi nafkah dalam memilih suami.
Seperti kisah pelamaran Fathimah binti Qais radhiyallahu ‘anha:
“Dari Fathimah binti Qais
radhiyallahu ‘anha, ia berkata: ‘Aku mendatangi Nabi shallallahu ‘alaihi wa
sallam lalu aku berkata, “Sesungguhnya Abul Jahm dan Mu’awiyah telah
melamarku”. Lalu Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam berkata, “Adapun
Mu’awiyah adalah orang fakir, ia tidak mempunyai harta. Adapun Abul Jahm, ia
tidak pernah meletakkan tongkat dari pundaknya”.” (HR. Bukhari-Muslim)
Dalam hadits
ini Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam tidak merekomendasikan Muawiyah
radhiyallahu ‘anhu karena miskin. Maka ini menunjukkan bahwa masalah kemampuan
memberi nafkah perlu diperhatikan.
Namun kebutuhan
akan nafkah ini jangan sampai dijadikan kriteria dan tujuan utama. Jika sang
calon suami dapat memberi nafkah yang dapat menegakkan tulang punggungnya dan
keluarganya kelak itu sudah mencukupi.
Karena Allah
dan Rasul-Nya mengajarkan akhlak zuhud (sederhana) dan qana’ah (menyukuri apa
yang dikarunai Allah) serta mencela penghamba dan pengumpul harta. Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
“Celakalah hamba dinar, celakalah
hamba dirham, celakalah hamba khamishah dan celakalah hamba khamilah. Jika
diberi ia senang, tetapi jika tidak diberi ia marah.” (HR. Bukhari)
Selain itu, bukan juga berarti calon
suami harus kaya raya. Karena Allah pun menjanjikan kepada para lelaki yang
miskin yang ingin menjaga kehormatannya dengan menikah untuk diberi rizki.
“Dan
nikahkanlah orang-orang yang masih membujang di antara kalian. Jika mereka
miskin, Allah akan memberi kemampuan kepada mereka dengan karunia-Nya.” (QS. An
Nur: 32)
2.4 Kriteria untuk
Memilih calon Istri
Salah satu
bukti bahwa wanita memiliki kedudukan yang mulia dalam Islam adalah bahwa
terdapat anjuran untuk memilih calon istri dengan lebih selektif. Yaitu dengan
adanya beberapa kriteria khusus untuk memilih calon istri. Di antara kriteria
tersebut adalah :
1. Addin atau agama . Ini adalah syarat yang utama dan pertama.
2. Paras, sebab paras yang cantik akan menenteramkan hati , akan
mencegah timbulnya perselingkuhan.
3. Memiliki akhlak yang baik . Wanita yang berakhlak baik insya
Allah akan mampu menjadi ibu dan istri yang baik.
4. Mempunya sifat penyayang . Wanita yang penuh rasa cinta akan
memiliki banyak sifat kebaikan.
5. Sehat secara fisik dan mental . Wanita yang sehat akan mampu
memikul beban rumah tangga dan menjalankan kewajiban sebagai istri dan ibu yang
baik.
6. Penurut atau disebut manut , sebab posisi istri adalah diatur
dan bukan pengatur sebab bila wanita mengatur maka akan hancur rumah tangga
karena wanita selalu mengambil keputusan dengan perasaan tidak dengan akal.
7. Bersedia taat kepada suami
Seorang suami adalah pemimpin dalam
rumah tangga. Sebagaimana firman Allah Ta’ala,
“kaum
laki-laki itu adalah pemimpin bagi kaum wanita, oleh karena Allah telah melebihkan
sebahagian mereka (laki-laki) atas sebahagian yang lain (wanita), dan karena
mereka (laki-laki) telah menafkahkan sebagian dari harta mereka. sebab itu Maka
wanita yang saleh, ialah yang taat kepada Allah lagi memelihara diri ketika
suaminya tidak ada, oleh karena Allah telah memelihara (mereka). wanita-wanita
yang kamu khawatirkan nusyuznya, Maka nasehatilah mereka dan pisahkanlah mereka
di tempat tidur mereka, dan pukullah mereka. kemudian jika mereka mentaatimu,
Maka janganlah kamu mencari-cari jalan untuk menyusahkannya. Sesungguhnya Allah
Maha Tinggi lagi Maha besar.( Q.S An-Nissa :34)
Sudah sepatutnya seorang pemimpin
untuk ditaati. Ketika ketaatan ditinggalkan maka hancurlah ‘organisasi’ rumah
tangga yang dijalankan. Oleh karena itulah, Allah dan Rasul-Nya dalam banyak
dalil memerintahkan seorang istri untuk taat kepada suaminya, kecuali dalam
perkara yang diharamkan. Meninggalkan ketaatan kepada suami merupakan dosa
besar, sebaliknya ketaatan kepadanya diganjar dengan pahala yang sangat besar.
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa
sallam bersabda :
“Apabila seorang wanita mengerjakan
shalat lima waktunya, mengerjakan puasa di bulan Ramadhan, menjaga kemaluannya
dan menaati suaminya, maka ia akan masuk surga dari pintu mana saja yang ia
inginkan.” (HR. Ibnu Hibban. Dishahihkan oleh Al Albani).
Maka seorang muslim hendaknya
memilih wanita calon pasangan hidupnya yang telah menyadari akan kewajiban ini
8. Menjaga auratnya dan tidak memamerkan kecantikannya kecuali kepada
suaminya. Berbusana muslimah yang benar dan syar’i adalah
kewajiban setiap muslimah. Seorang muslimah yang shalihah tentunya tidak akan
melanggar ketentuan ini. Allah Ta’ala berfirman :
Hai Nabi,
Katakanlah kepada isteri-isterimu, anak-anak perempuanmu dan isteri-isteri
orang mukmin: "Hendaklah mereka mengulurkan jilbabnya ke seluruh tubuh
mereka". yang demikian itu supaya mereka lebih mudah untuk dikenal, karena
itu mereka tidak di ganggu. dan Allah adalah Maha Pengampun lagi Maha
Penyayang. Jilbab ialah sejenis baju kurung yang lapang yang dapat menutup
kepala, muka dan dada. (QS. Al Ahzab: 59)
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa
sallam pun mengabarkan dua kaum yang kepedihan siksaannya belum pernah beliau
lihat, salah satunya adalah wanita yang memamerkan auratnya dan tidak berbusana
yang syar’i. Beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
“Wanita yang berpakaian namun (pada
hakikatnya) telanjang yang berjalan melenggang, kepala mereka bergoyang bak
punuk unta. Mereka tidak akan masuk surga dan bahkan mencium wanginya pun
tidak. Padahal wanginya surga dapat tercium dari jarak sekian dan sekian.” (HR.
Muslim)
Berdasarkan
dalil-dalil yang ada, para ulama merumuskan syarat-syarat busana muslimah yang
syar’i di antaranya: menutup aurat dengan sempurna, tidak ketat, tidak
transparan, bukan untuk memamerkan kecantikan di depan lelaki non-mahram, tidak
meniru ciri khas busana non-muslim, tidak meniru ciri khas busana laki-laki,
dll. Maka pilihlah calon istri yang menyadari dan memahami hal ini, yaitu para
muslimah yang berbusana muslimah yang syar’i.
9. Gadis lebih diutamakan dari janda
Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wa sallam menganjurkan agar menikahi wanita yang masih
gadis. Karena secara umum wanita yang masih gadis memiliki kelebihan dalam hal
kemesraan dan dalam hal pemenuhan kebutuhan biologis. Sehingga sejalan dengan
salah satu tujuan menikah, yaitu menjaga dari penyaluran syahawat kepada yang
haram. Wanita yang masih gadis juga biasanya lebih menerima jika sang suami
berpenghasilan sedikit. Hal ini semua dapat menambah kebahagiaan dalam pernikahan.
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
“Menikahlah dengan gadis, sebab
mulut mereka lebih jernih, rahimnya lebih cepat hamil, dan lebih rela pada
pemberian yang sedikit.” (HR. Ibnu Majah. Dishahihkan oleh Al Albani).
Namun tidak
mengapa menikah dengan seorang janda jika melihat maslahat yang besar. Seperti
sahabat Jabir bin Abdillah radhiyallahu ‘anhu yang menikah dengan janda karena
ia memiliki 8 orang adik yang masih kecil sehingga membutuhkan istri yang
pandai merawat anak kecil, kemudian Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam
pun menyetujuinya (HR. Bukhari-Muslim)
10. Nasab-nya baik
Dianjurkan
kepada seseorang yang hendak meminang seorang wanita untuk mencari tahu tentang
nasab (silsilah keturunan)-nya.
Alasan pertama, keluarga memiliki peran
besar dalam mempengaruhi ilmu, akhlak dan keimanan seseorang. Seorang wanita
yang tumbuh dalam keluarga yang baik lagi Islami biasanya menjadi seorang
wanita yang shalihah.
Alasan kedua, di masyarakat kita
yang masih awam terdapat permasalahan pelik berkaitan dengan status anak zina.
Mereka menganggap bahwa jika dua orang berzina, cukup dengan menikahkan
keduanya maka selesailah permasalahan. Padahal tidak demikian. Karena dalam
ketentuan Islam, anak yang dilahirkan dari hasil zina tidak di-nasab-kan kepada
si lelaki pezina, namun di-nasab-kan kepada ibunya. Berdasarkan hadits,
“Anak yang lahir adalah milik
pemilik kasur (suami) dan pezinanya dihukum.” (HR. Bukhari)
Dalam hadits yang mulia ini, Nabi
shallallahu ‘alaihi wa sallam hanya menetapkan anak tersebut di-nasab-kan
kepada orang yang berstatus suami dari si wanita. Me-nasab-kan anak zina
tersebut kepada lelaki pezina menyelisihi tuntutan hadits ini.
Konsekuensinya,
anak yang lahir dari hasil zina, apabila ia perempuan maka suami dari ibunya
tidak boleh menjadi wali dalam pernikahannya. Jika ia menjadi wali maka
pernikahannya tidak sah, jika pernikahan tidak sah lalu berhubungan intim, maka
sama dengan perzinaan. Iyyadzan billah, kita berlindung kepada Allah dari
kejadian ini. Oleh karena itulah, seorang lelaki yang hendak meminang wanita
terkadang perlu untuk mengecek nasab dari calon pasangan.
Demikian
beberapa kriteria yang perlu dipertimbangkan oleh seorang muslim yang hendak
menapaki tangga pernikahan. Nasehat kami, selain melakukan usaha untuk memilih
pasangan, jangan lupa bahwa hasil akhir dari segala usaha ada di tangan Allah
‘Azza Wa Jalla. Maka sepatutnya jangan meninggalkan doa kepada Allah Ta’ala
agar dipilihkan calon pasangan yang baik. Salah satu doa yang bisa dilakukan
adalah dengan melakukan shalat Istikharah.
Sebagaimana hadits dari Jabir
radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam berkata,
“Jika kalian merasa gelisah terhadap
suatu perkara, maka shalatlah dua raka’at kemudian berdoalah: ‘Ya Allah, aku
beristikharah kepadamu dengan ilmu-Mu’… (dst)” (HR. Bukhari)
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Kriteria
memilih calon suami atau istreri menurut islam adalah setiap muslim
yang ingin beruntung dunia akhirat hendaknya mengidam-idamkan sosok suami dan
istri dengan kriteria sebagai berikut:
1. Taat kepada Allah dan
Rasul-Nya
2. Al Kafa’ah (Sekufu)
3. Menyenangkan jika
dipandang
4. Subur (mampu menghasilkan
keturunan)
Daftar Pustaka