Selasa, 22 Desember 2015

Tuntunan islam menyambut kelahiran



BAB I
PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang
Anak adalah amanah Allah SWT yang harus dibina, dipelihara dan diurus secara seksama serta sempurna agar kelak berguna bagi agama, bangsa dan Negara dan secara khusus dapat menjadi elipur lara orang tua, penenang hati ayah dan bunda serta sebagai kebanggaan keluarga. Anak merupakan amanat bagi kedua orang tuanya. Hatinya yang masih suci merupakan permata alami yang bersih dari pahatan dan bentukan, dia siap diberi pahatan apapun dan condong kepada apa saja yang disodorkan kepadanya. Jika anak dibiasakan dan diajarkan kebaikan dia akan tumbuh dalam kebaikan dan berbahagialah kedua orang tuanya di dunia dan akhirat, juga setiap gurunya. Tetapi, jika dibiasakan kejelekan dan dibiarkan sebagai mana binatang ternak, niscaya akan menjadi jahat dan binasa. Maka, hendaklah orang tua dan kerabat mendidik dan membina serta mengajarinya akhlak yang baik, menjaganya dari teman-teman jahat, tidak membiasakannya bersenang-senang dan tidak pula menjadikannya suka pada kemewahan.
Mendidik anak merupakan tanggung jawab yang berat. Rasulullah SAW telah menyebutkan dengan tepat tanggung jawab tersebut yaitu sebagai seorang pemimpin, sebagai seorang pemimpin harus berhati-hati terhadap yang dipimpinnya. Orang tua harus selalu mengawasi dan memperhatikan anak-anak agar tidak tersesat. Pendidikan merupakan tanggung jawab dan kewajiban orang tua karena anak sebagai amanah Allah SWT. Oleh karena itu, orang tua tidak boleh menelantarkan kebutuhan-kebutuhan anak yakni kasih saying, perlindungan, pendidikan dan sebagainya. Sebagaimana sabda Rasulullah SWA dalam sebuah hadist yang artinya “Hormatilah anak-anakmu sekalian dan perhatikanlah pendidikan mereka, karena anak-anakmu sekalian adalah karunia Allah kepadamu”. (HR.Ibnu Majah).



B.     Rumusan Masalah
1.      Bagaimana tuntunan islam menyambut kelahiran ?
2.      Apa saja adab tuntunan menyambut kelahiran ?
3.      Apa saja Metode dan teknik bimbingan  dalam pendidikan islam ?
                          
C.    Tujuan
1.      Untuk mengetahui tuntunan islam menyambut kelahiran.
2.      Untuk mengetahui adab tuntunan menyambut kelahiran.          
3.      Untuk mengetahui metode dan teknik bimbingan  dalam pendidikan islam.
                       





















BAB II
PEMBAHASAN
                                             
Kelahiran buah hati anak adalah sebuah kebahagian bagi setiap pasangan suami istri. Dan kebahagian menyambut kelahiran bayi tentunya harus selalu untuk disyukuri. Anak adalah karunia yang termat indah yang tak mampu diungkapkan dengan kata-kata. Proses melahirkan bayi adalah sebuah perjuangan bagi seorang ibu karena harus mempertaruhkan nyawanya juga dalam sebuah proses persalinan yang dilaluinya. Islam juga telah memberikan tuntunan menyambut kelahiran bayi ini. Tatkala seorang anak lahir, pasangan dan keluarga bersuka cita. Dalam syariat islam didapati tuntunan berkenaan dengan ungkapan rasa kegembiraan dan kebahagiaan saat seorang anak lahir. Menyampaikan bisyarah (kabar gembira) untuk seseorang yang lahir anaknya. Al-bisyarah ini adalah menyampaikan kepada seseorang tentang sesuatu yang menyenangkan hatinya. Penyampain kabar gembira ini memiliki peranan penting dalam menanamkan kerukunan dan rasa saling cinta di hati kaum muslimin. Dan ini adalah salah satu dari adab menyambut kelahiran anak.

B.     Adab Tuntunan Menyambut Kelahiran
Ada beberapa adab tuntunan menyambut kelahiran seoran anak manusia di muka bumi yang ada dalam tuntunan islam, di antaranya sebagai berikut:
1. Mendoakan Bayi
Hendaknya orang tua mendoakan untuk kebaikan bagi bayi yang baru lahir. Bukan hanya orang tua, bahkan orang lain turut mendoakan ketika mendengar berita kelahiran bayi. Ada beberapa tuntunan doa bagi bayi yang baru lahir.
Pertama, doa memohon keberkahan untuk si anak. Dari Abu Musa Ra, beliau mengatakan, “Ketika anakku lahir, aku membawanya ke hadapan Nabi SAW. Beliau memberi nama bayiku, Ibrahim dan men-tahnik dengan kurma lalu mendoakannya dengan keberkahan. Kemudian beliau kembalikan kepadaku. (HR. Bukhari 5467 dan Muslim 2145).
Tidak ada teks doa khusus yang isinya permohonan berkah untuk anak. Dalam Fatawa Syabakah Islam dinyatakan, “Tidak terdapat dalil sepengetahuan kami yang menunjukkan dianjurkannya membaca ayat Al-Quran atau doa tertentu ketika seorang anak dilahirkan. Baik doa dari ibunya, bapaknya, atau doa dari orang lain” [Fatawa Syabakah Islam, di bawah bimbingan Dr. Abdullah Al-Faqih, no. 13605]. Karena itu, kita bisa berdoa dengan bahasa apapun yang kita pahami. Misalnya dengan membaca, “Baarakallahu fiik” (semoga Allah memberkahi kamu) atau semacamnya.
Kedua, doa memohon perlindungan dari godaan setan. Salah satu contohnya adalah doa yang dipraktekkan oleh istri Imran, ibunya Maryam. Allah menceritakan kejadian ketika istri Imran melahirkan Maryam. Tatkala isteri ‘Imran melahirkan anaknya, diapun berkata: “Ya Tuhanku, sesunguhnya aku melahirkannya seorang anak perempuan dan Allah lebih mengetahui apa yang dilahirkannya itu dan anak laki-laki tidaklah seperti anak perempuan. Sesungguhnya aku telah menamai Dia Maryam dan aku mohon perlindungan untuknya serta anak-anak keturunannya kepada (pemeliharaan) Engkau daripada syaitan yang terkutuk.” (QS. Ali Imran: 36).
Satu hal yang istimewa, karena doa ibu Maryam inilah ketika Maryam lahir, dia tidak diganggu setan, demikian pula ketika Nabi Isa dilahirkan. Allah mengabulkan doa ibunya Maryam. Dari Abu Hurairah RA, Rasulullah SAW bersabda, “Setiap bayi dari anak keturunan adam akan ditusuk dengan tangan setan ketika dia dilahirkan, sehingga dia berteriak menangis, karena disentuh setan. Selain Maryam dan putranya (HR. Bukhari 3431).
Kita bisa meniru doa istri Imran ini. Hanya saja, perlu disesuaikan dengan jenis kelamin bayi yang dilahirkan. Karena perbedaan kata ganti dalam bahasa arab antara lelaki dan perempuan. Jika bayi yang dilahirkan perempuan, bisa membaca doa:
اَللَّهُمَّ إِنِّي أُعِيذُهَا بِكَ وَذُرِّيَّتَهَا مِنَ الشَّيْطَانِ الرَّجِيمِ
Jika bayi yang lahir laki-laki, bisa membaca doa:
اَللَّهُمَّ إِنِّي أُعِيذُهُ بِكَ وَذُرِّيَّتَهُ مِنَ الشَّيْطَانِ الرَّجِيمِ
Artinya: “Ya Allah, aku memohon perlindungan kepada-Mu untuknya dan untuk  keturunannya dari setan yang terkutuk.”
Kita juga bisa memohon perlindungan untuk anak dari gangguan setan, dengan doa seperti yang pernah dipraktikkan Nabi SAW, ketika mendoakan cucunya Hasan dan Husain. Ibnu Abbas menceritakan bahwa Rasulullah SAW membacakan doa perlindungan untuk kedua cucunya, sebagai berikut:
أُعِيذُكُمَا بِكَلِمَاتِ اللَّهِ التَّامَّةِ، مِنْ كُلِّ شَيْطَانٍ وَهَامَّةٍ، وَمِنْ كُلِّ عَيْنٍ لَامَّةٍ
Artinya: “Aku memohon perlindungan dengan kalimat-kalimat Allah yang sempurna, dari semua godaan setan dan binatang pengganggu serta dari pAndangan mata buruk” (HR. Abu Daud 3371, dan dishahihkan al-Albani).
Kita bisa meniru doa beliau ini, dengan penyesuaian jenis kelamin bayi. Jika bayi yang dilahirkan perempuan, bisa dibacakan doa:
أُعِيذُكِ بِكَلِمَاتِ اللَّهِ التَّامَّةِ، مِنْ كُلِّ شَيْطَانٍ وَهَامَّةٍ، وَمِنْ كُلِّ عَيْنٍ لَامَّةٍ
Dengan lafazh : U’iidzuki..
Jika bayi yang lahir laki-laki, bisa membaca doa:
أُعِيذُكَ بِكَلِمَاتِ اللَّهِ التَّامَّةِ، مِنْ كُلِّ شَيْطَانٍ وَهَامَّةٍ، وَمِنْ كُلِّ عَيْنٍ لَامَّةٍ
Dengan lafazh : U’iidzuka..
2. Adzan dan Iqamah
Sang ayah segera mengazani di telinga kanan dan mengiqamahkan di telinga kiri pada anaknya yang baru lahir. Pemberian adzan dan iqamah baru lahir ini salah satu tujuannya agar kalimat yang pertama kali didengar sang bayi adalah kalimat thayyibah dan dijauhkan dari segala gangguan setan yang terkutuk. Sebagian ulama menganggap sunnah membacakan adzan dan iqamah untuk bayi yang baru lahir. Ulama yang berpendapat seperti ini diantaranya adalah Hasan al-Bashri, Umar bin Abdul ‘Aziz, ulama madzhab Syafi’i dan Hanbali. Ibnu al-Qayyim al-Jauziyah, ulama madzhab Hanbali, termasuk ulama yang menyunnahkan pembacaan adzan pada bayi yang baru lahir ini.
Ulama kontemporer, Wahbah Az-Zuhaily juga menyunnahkan hal ini dalam kitab Al-Fiqh Al-Islami Wa Adillatuhu, “Disukai bagi orang tua untuk mengadzani di telinga kanan bayi yang baru dilahirkan dan diiqamati seperti iqamat untuk shalat di telinga kirinya” (Al-Fiqh al-Islami wa Adillatuhu: 4/288).
Sayyid Sabiq dalam kitab Fiqh Sunnahnya juga menyunnahkan dibacakan adzan ini. “Termasuk sunnah dilakukan, mengadzani telinga kanan dan mengiqamahi telinga kiri bayi yang baru dilahirkan, supaya yang pertama kali didengar telinga anak adalah asma Allah SWT”.
Imam An-Nawawi, tokoh ulama madzhab asy-Syafi’i dalam al-Majmu’ pada juz 8 ayat 443 menulis, “Berkata sekelompok ulama dari sahahabat-sahabat kami (ulama Syafi’iyyah), disukai untuk diadzani di telinga kanan dan diiqamahi di telinga kiri bayi yang baru dilahirkan”. Namun, sebagian ulama yang lain tidak menyunnahkan adzan dan iqamat bagi bayi yang baru lahir bahkan menganggapnya sebagai bid’ah. Di antara ulama yang berpendapat seperti ini adalah Imam Malik bin Anas. “Imam Malik mengingkari perbuatan mengadzani di telinga bayi ketika dilahirkan” (Mawahib al-Jalil fi Syarh Mukhtashar asy-Syaikh Khalil: 3/321).
Dalam kitab Mausu’ah Fiqh al-Ibadat dijelaskan sikap Imam Malik, “Imam Malik benci perkara-perkara ini (adzan selain panggilan untuk shalat) dan menganggapnya sebagai bid’ah” (Mausu’ah Fiqh Al-Ibadat: 7/7). Para ulama yang menganggap perbuatan ini sebagai bid’ah karena dalil atau hadits yang memerintahkan adzan untuk bayi yang baru lahir tidak kuat, alias hadits dhaif. Oleh karena haditsnya lemah, maka tidak bisa dipakai sebagai landasan untuk menyunnahkan adzan untuk bayi yang baru lahir.
Jadi, aktivitas memperdengarkan adzan dan iqamah untuk bayi yang baru lahir, dari segi hukum fikih termasuk amal yang diperdebatkan para ulama. Walaupun dari segi manfaat bisa diterima, bahwa memperdengarkan kalimat tauhid bagi bayi yang baru lahir merupakan bagian dari pendidikan keimanan untuk anak.



3. Tahnik
Kita perhatikan tindakan yang dilakukan Rasulullah SAW terhadap bayi yang baru saja lahir, sebagaimana penuturan istri beliau, Aisyah RA: “Apabila didatangkan bayi yang baru lahir ke hadapan Rasulullah SAW, maka beliau mendoakan barakah kepadanya dan mentahniknya” (HR. Imam Bukhari no. 5468 dan Imam Muslim no. 2147).
                   
Gambar 1. Cara Taknik

Yang dimaksud dengan tahnik adalah mengunyah kurma sampai lumat hingga bisa ditelan, kemudian menyuapkan kurma lembut tersaebut ke mulut bayi. Apabila tidak didapatkan kurma, maka diganti dengan makanan manis lain yang bisa digunakan untuk mentahnik. Para ulama bersepakat bahwa istihbab (disenangi) melakukan tahnik pada hari kelahiran anak. Demikian dijelaskan oleh Imam An Nawawi rahimahullah ketika menerangkan tahnik ini.
Hal yang sama juga dilakukan oleh Rasulullah SAW kepada putra Asma bintu Abu Bakr, yang bernama Abdullah bin Zubair. Sesampainya Asma hijrah di Madinah, beliau melahirkan putranya, Abdullah bin Zubair. Bayi ini dibawa ke hadapan Nabi saw. Asma mengatakan, “Kemudian Nabi saw minta kurma, lalu beliau mengunyahnya dan meletakkannya di mulut si bayi. Makanan pertama yang masuk ke perut si bayi adalah ludah Rasulullah saw, kemudian beliau mendoakannya dan dan memohon keberkahan untuknya” (HR. Bukhari 3909).
Perbuatan Rasulullah SAW ini bisa kita lihat dalam hadits Anas bin Malik RA, “Aku membawa Abdullah bin Abi Thalhah al Anshari kepada Rasulullah SAW pada hari kelahirannya, dan waktu itu beliau menggunakan mantelnya. Lalu beliau bertanya: “Apakah engkau membawa kurma?” Aku menjawab: “Ya.” Kemudian kuberikan pada beliau beberapa buah kurma, lalu beliau memasukkan ke mulut dan mengunyahnya. Kemudian beliau membuka mulut bayi dan meludahkan kurma itu ke mulut bayi. Mulailah bayi itu menggerak-gerakkan lidahnya untuk merasakan kurma tersebut. Maka Rasulullah saw bersabda, “Kesukaan Anshar adalah kurma,” dan beliau memberinya nama Abdullah” (HR. Imam Bukhari no. 5470 dan Imam Muslim no. 2144).
Hadits Anas bin Malik di atas juga memberikan penjelasan kepada kita bahwa tahnik dilakukan dengan menggunakan kurma, dan ini yang utama. Tahnik hendaknya dilakukan oleh orang yang shalih, baik laki-laki ataupun perempuan. (Syarh Shahih Muslim). Begitu pula bisa kita simak kisah-kisah tentang pelaksanaan tahnik yang datang dari sahabat-sahabat yang lainnya. Abu Musa Al Asy’ari ra menceritakan: “Telah lahir anak laki-lakiku, lalu aku membawanya kepada Nabi saw kemudian beliau memberinya nama Ibrahim dan mentahniknya dengan kurma”. (HR. Imam Bukhari no. 5467 dan Imam Muslim no. 2145).
Asma’ binti Abi Bakr ra mengisahkan ketika dia mengandung anaknya, Abdullah ibnu Az Zubair di Mekkah: “Aku keluar (untuk hijrah), sementara telah dekat waktuku melahirkan. Maka aku pergi ke Madinah dan aku singgah di Quba’, serta melahirkan di sana. Kemudian aku mendatangi Rasulullah saw lalu beliau meletakkan anakku di pangkuannya. Kemudian beliau meminta kurma, dan mengunyahnya lalu meludahkannya ke dalam mulut anakku. Maka yang pertama kali masuk ke perutnya adalah ludah Rasulullah saw. Beliau mentahniknya dengan kurma, kemudian mendoakannya dan memintakan barakah baginya. Dan dia adalah bayi pertama yang dilahirkan dalam Islam (dari kalangan Muhajirin)”. (HR. Imam Bukhari no. 5469 dan Imam Muslim no. 2146).
Tujuan tahnik adalah persiapan agar bayi nantinya mudah untuk merasakan manisnya air susu ibu dan juga agar mulut bayi kuat sehingga mampu menghisap air susu ibunya. Cara mentahnik bayi adalah dengan meletakkan sedikit buah kurma di atas jari telunjuk dan dimasukkan ke mulut bayi serta dengan perlahan-lahan digerakkan ke kanan dan kiri. Ini dilakukan agar kurma tadi bisa menyentuh seluruh mulut bayi hingga terkena rongga tekaknya.

4. Aqiqah
Menurut bahasa kata ‘aqiqah berarti memotong. Dinamakan ‘aqiqah, karena dipotongnya leher binatang. Ada yang mengatakan bahwa ‘aqiqah adalah nama bagi hewan yang disembelih, dinamakan demikian karena lehernya dipotong. Ada pula yang mengatakan bahwa ‘aqiqah itu asalnya ialah: rambut yang terdapat pada kepala si bayi ketika ia keluar dari rahim ibu, rambut ini disebut ‘aqiqah, karena ia mesti dicukur. Hukum ‘aqiqah adalah sunnah (muakkad) sesuai pendapat Imam Malik, penduduk Madinah, Imam Syafi′i dan sahabat-sahabatnya, Imam Ahmad, Ishaq, Abu Tsaur dan kebanyakan ulama ahli fiqih (fuqaha).
Dalil ‘aqiqah ini dari Samurah bin Jundab dia berkata: Rasulullah SAW bersabda: “Semua anak bayi tergadaikan dengan aqiqahnya yang pada hari ketujuh disembelih hewan (kambing), diberi nama dan dicukur rambutnya” (HR Abu Dawud, Tirmidzi, Nasa’i, Ibnu Majah, Ahmad). Jumlah kambing aqiqah bayi bisa dilihat dari hadits Aisyah RA, bahwa Rasulullah SAW telah bersabda: “Bayi laki-laki diaqiqahi dengan dua kambing yang sama dan bayi perempuan satu kambing” (HR Ahmad Tirmidzi, Ibnu Majah).

5. Memberi Nama yang Baik
Salah satu kewajiban orang tua adalah memberi nama yang baik untuk anaknya. Nama anak merupakan doa dan harapan dari orang tua. Memberi nama tidak boleh sembarangan, dengan nama-nama yang sekedar indah atau unik, namun harus mengandung makna yang baik.
Sahabat Sahl bin Sa’d ra menceritakan, didatangkan Al Mundzir putra Abu Usaid kehadapan Rasulullah SAW ketika dia dilahirkan. Maka Nabi SAW meletakkannya di atas pangkuannya, sedangkan Abu Usaid duduk. Pada waktu itu Rasulullah SAW sedang sibuk sehingga Abu Usaid memerintahkan agar anaknya dibawa kembali, maka anak itu diangkat dari pangkuan Rasulullah SAW dan mereka pun mengembalikannya pada Abu Usaid.
Ketika Rasulullah SAW selesai dari kesibukannya, beliau bertanya, “Di mana bayi tadi?” Abu Usaid pun menjawab: “Kami membawanya kembali, ya Rasulullah!” Lalu beliau bertanya, “Siapa namanya?” Jawab Abu Usaid: “Fulan, ya Rasulullah!” Beliau pun bersabda, “Tidak, akan tetapi namanya Al Mundzir.” Kemudian pada hari itu beliau memberinya nama Al Mundzir (Diriwayatkan oleh Imam Muslim no. 2149).
Memberi nama anak bisa dilakukan pada hari kelahirannya, hari ketiga atau hari ketujuh. Ciri nama yang baik adalah enak didengar, mudah diucapkan oleh lisan, mengandung makna yang mulia dan sifat yang benar dan jujur, jauh dari segala makna dan sifat yang diharamkan atau dibenci agama. Dianjurkan menamai anak laki-laki dengan nama Abdu (penghambaan) yang disambungkan dengan asma’ul husna, seperti Abdul ‘Aziz, Abdul Malik, dan sebagainya. Yang sangat dianjurkan adalah Abdullah atau Abdurrahman, sebagaimana sabda Rasulullah SAW, “Sesungguhnya nama yang paling dicintai Allah adalah Abdullah dan Abdurrahman” (HR. Muslim).
Baik juga menamai anak dengan nama-nama Nabi dan Rasul. Nabi SAW pernah menamai sebagian sahabat dengan nama Nabi dan Rasul. Baik pula menamai anak dengan nama orang-orang salih, seperti dengan nama sahabat, tabi’in dan imam kaum muslimin. Yang dilarang adalah menamai anak dengan nama yang menunjukkan penghambaan kepada selain Allah, seperti Abdul Ka’bah, Abdusy Syams, Abdul Husain dan sebagainya. Tidak boleh juga memberi nama anak dengan nama-nama yang khusus bagi Allah, seperti Ar Rahman, Al Khaaliq, Ar Rabb dan sebagainya. Tidak boleh menamai anak dengan nama-nama patung atau berhala yang disembah selain Allah, seperti Latta, Uzza, Hubal dan sebagainya.

6. Mencukur Rambut Bayi
Pada hari ketujuh kelahiran bayi, disunnahkan untuk memotong rambut si bayi. Hal ini sebagaimana yang dicontohkan oleh Rasululah SAW ketika cucunya Hasan dan Husain lahir. Rasulullah saw memerintahkan untuk memotong rambut dan menimbangnya ukuran perak, kemudian disedekahkan kepada fakir miskin. Salah satu dalil yang biasa dijadikan acuan dalam hal ini adalah hadits dari Ali bin Abi Thalib radhiyallahu ‘anhu, bahwa Nabi SAW mengaqiqahi Hasan dengan kambing, dan beliau menyuruh Fatimah untuk mencukur rambutnya. “Cukur rambutnya, dan bersedekahlah dengan perak seberat rambut itu”. Fatimah pun menimbang rambut itu, dan ternyata beratnya sekitar satu dirham atau kurang dari satu dirham. (HR. Turmudzi 1519, Ibnu Abi Syaibah dalam Mushanaf 24234, dishahihkan al-Hakim dalam Mustadrak 7589 dan didiamkan azd-Dzahabi).
*      Catatan: satu dirham setara dengan 2,975 gr perak.
Dalam kitab Tuhfatul Maudud, Ibnul Qoyim menyebutkan beberapa riwayat dan keterangan ulama yang menganjurkan bersedekah dengan perak seberat rambut bayi. Pertama, Imam Ahmad mengatakan, “Sesungguhnya Fatimah ra mencukur rambut Hasan dan Husain, dan bersedekah dengan wariq (perak) seberat rambutnya. Kedua, Imam Malik meriwayatkan dalam Al-Muwatha’, dari Ja’far bin Muhammad, dari ayahnya, beliau mengatakan, “Fatimah menimbang rambut Hasan, Husain, Zainab, dan Ummu Kultsum, dan beliau bersedekah dengan perak seberat rambut itu”. Ketiga, Imam Malik juga menyebutkan dalam al-Muwatha’ dari Muhammad bin Ali bin Husain, bahwa beliau mengatakan, “Fatimah bintu Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menimbang rambut Hasan dan Husain, kemudian beliau bersedekah dengan perak seberat rambut itu”.

                          
Gambar 2. Pencukuran Rambut Bayi

Di masa terdahulu, perak termasuk mata uang yang berlaku di masyarakat dan mudah didapatkan. Karena itu, sedekah pada masa ini tidak harus berujud perak. Boleh diberikan dalam bentuk uang, namun mengacu pada harga perak. Caranya, timbang rambut bayi. Jika tidak memungkinkan, karena kesulitan mendapatkan timbangan benda ringan, cukup diprediksi saja. Perkirakan berapa gram berat rambut itu. Misalnya 2 gr.
      
C.     Metode dan Teknik Bimbingan  dalam Pendidikan Islam
Dalam membimbing atau mendidik seorang anak hendaklah orang tua menggunakan metode atau cara, agar pendidikan yang diberikan dapat berpengaruh terhadap anak. Adapun metode-metode pendidikan yang berpengaruh terhadap anak  menurut Abdullah Nashih Ulwan dalam bukunya Pendidikan Anak dalam Islam terdapat pada halaman 142-315 adalah sebagai berikut:
1.      Pendidikan Dengan Keteladanan
Keteladanan dalam pendidikan merupakan metode yang berpengaruh dan terbukti paling berhasil dalam mempersiapkan dan membentuk aspek moral, spiritual dan etos anak. Mengingat pendidik adalah seorang figur terbaik dalam pandangan anak yang  tindak tanduk dan sopan santunnya, disadari atau tidak akan ditiru oleh mereka. Bahkan bentuk perkataan, perbuatan dan tindak tanduknya akan senantiasa tertanam dalam kepribadian anak. Oleh karena itu masalah keteladanan menjadi faktor penting dalam menentukan baik buruknya anak.
Berdasarkan pendapat di atas orang tua hendaklah dalam mendidik dan membimbing remajanya dengan cara keteladanan yang diberikan oleh orang tuanya sendiri, artinya orang tua memberikan contoh, dalam hal ini shalat terhadap anaknya secara baik dan benar.

2.      Pendidikan Dengan Adat Kebiasaan
Termasuk masalah yang sudah merupakan ketetapan dalam syari`at Islam, bahwa anak sejak lahir telah diciptakan dengan fitrah tauhid yang murni, agama yang benar dam iman kepada Allah SWT. Sesuai dengan Firman Allah SWT dalam Q.S. Ar-Ruum: 30
… فِطرَتَ الله التىِ فَطَرَ النَاسَ عَليَهَا لاَ تَبدِيلَ لِخَلقِ اللهِ ذلِكَ الدِينُ القَيِمُ وَلكِنَ أكثَرَ النَاسِ لاَ يَعلَمُونَ (الروم : ٣٠)
Artinya:  “Fitrah Allah yang telah menciptakan manusia menurut fitrah itu. Tidak ada perubahan pada fitrah Allah (itulah agama yang lurus tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui”.
Dari ayat di atas, dapat diketahui bahwa anak dilahirkan dengan naluri  tauhid dan iman kepada Allah. Dari sini tampak peranan pembiasaan, pengajaran dan pendidikan bagi pertumbuhan dan perkembangan anak dalam menemukan tauhid yang murni, budi pekerti yang mulia, rohani yang luhur dan etika religi yang lurus.
Tidak ada yang menyangkal, bahwa anak akan tumbuh dengan iman yang benar, menghiaskan diri dengan etika Islam bahkan sampai pada puncak nilai-nilai spritual yang tinggi dan berkepribadian yang utama, jika ia hidup dengan dibekali dua faktor pendidikan Islam yang utama dan lingkungan yang baik.
Dari pendapat di atas tampaklah peranan orang tua terhadap remajanya adalah membiasakan kepada anak untuk melakukan perbuatan yang terpuji bagi pertumbuhan dan perkembangan remajanya dalam menemukan tauhid yang murni, budi pekerti yang mulia, rohani yang mulia dan etika relegi yang lurus.



3.      Pendidikan  dengan Nasehat
Nasehat termasuk metode pendidikan yang cukup berhasil dalam pembentukkan akidah amal dan mempersiapkannya baik secara moral, emosional maupun sosial adalah pendidikan anak dengan petuah dan memberikan kepadanya nasehat-nasehat karena nasehat dan petuah memiliki pengaruh yang cukup besar dalam membuka mata anak-anak kesadaran dan martabat yang luhur, menghiasi dengan akhlak yang mulia serta membekalinya dengan prinsip-prinsip Islam.
Berdasarkan pendapat di atas yakni Qur`an Surat Al-Luqman ayat 13 – 17 jelaslah bahwa metode nasehat yang diberikan orang tua terhadap remajanya sangatlah efektif, artinya orang tua hendaklah mendidik dan membimbing remajanya dengan memberikan nasehat-nasehat yang baik terhadap remajanya agar remajanya memiliki kesadaran akan hakikat sesuatu dalam hal ini terhadap shalatnya.
      
4.      Pendidikan Dengan Perhatian atau Pengawasan
Pendidikan dengan perhatian adalah senantiasa mencurahkan perhatian penuh dan mengikuti perkembangan aspek akidah dan moral anak, mengawasi dan memperbaiki kesiapan mental dan sosial, disamping selalu bertanya tentang situasi pendidikan jasmani dan kemamuan ilmiahnya.
Berdasarkan pendapat di atas, bahwa orang tua hendaklah mendidik dan membimbing anak remajanya dengan selalu memperhatikan dan mengawasi perkembangan dalam berbagai asfek agar anak menjadi manusia yang hakiki dan membangun pondasi Islam yang kokoh. Dalam hal ini orang tua haruslah memperhatikan dan mengawasi shalat anak remajanya, agar mereka senantiasa tekun melaksanakan ibadah khususnya shalat dan ibadah-ibadah umum yang lainnya. Seperti yang telah dijelaskan dalam surat At-Tahrim ayat 6 :
يأَيُهَاالذِينَ امَنُوا قُوا أَنفُسَكُم وَأهلِيكُم نَاراً ( التحريم:٦)
Artinya :  Hai orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka.
Melalui ayat di atas, maka jelaslah bahwa Allah SWT mewajibkan kepada orang tua untuk memperhatikan dan mengawasi keluarganya agar terhindar dari siksa api neraka.
5.      Pendidikan  Dengan Hukuman
Untuk memelihara masalah tersebut, syari`at telah meletakkan berbagai hukuman yang mencegah bahkan setiap pelanggar dan perusak kehormatannya akan merasakan kepedihan. Akan tetapi hukuman yang diterapkan para pendidik di rumah, atau di sekolah berbeda-beda dari segi jumlah dan tata caranya, tidak sama dengan hukuman yang diberikan kepada orang umum. Adapun metode-metode yang dipakai Islam dalam upaya memberikan kepada anak:
a.       Lemah lembut dan kasih sayang.
b.      Menjaga tabi`at anak yang salah dalam menggunakan hukuman.
c.       Dalam usaha pembenahan hendakanya dilakukan secara bertahap dari yang paling ringan hingga yang paling keras.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar